Membaca salah satu artikel KOMPAS.com hari ini, Kamis (28/1/2021), saya baru tahu kalau di Indonesia ada pasar yang penjual dan pembelinya bertransaksi tidak menggunakan mata uang rupiah, melainkan koin dinar dan dirham.
Pada artikel yang dibuat, diberitakan bahwa viral di media sosial tentang adanya sebuah pasar di Jalan M. Ali Raya, Tanah Baru, Depok, Jawa Barat yang menggunakan dinar dan dirham. Namanya Pasar Muamalah.
Pasar tersebut dikelola seseorang bernama Zaim Saidi, dan sudah beroperasi sejak beberapa tahun lalu. Dijelaskan oleh Lurah Tanah Baru, Zakky Fauzan, pasar beroperasi tanpa izin resmi.
"Hasil penelusuran dengan Babinsa dan Bimaspol, serta informasi dari lingkungan, terindikasi memang ada transaksi secara muamalah di situ. Ke kami tidak ada izin resmi," ujar Zakky.
Mengatakan "tidak ada izin resmi" dan "terindikasi", apakah Zakky bermaksud jika ada izin dalam bentuk lain (tidak resmi)? Mengapa menyebut "terindikasi", padahal selaku lurah, Zakky pasti tahu aktivitas warga di lingkungannya?
Entahlah. Cuma Tuhan dan Zakky yang paling tahu jawabannya. Yang jelas, dengan viral di media sosial, fakta keberadaan Pasar Muamalah di Depok terungkap (kembali).
Saya memakai istilah "kembali", karena memang pasar sejenis tidak hanya di Depok, tetapi sudah ada di beberapa kota di Indonesia. Melansir radardepok.com, sekurangnya ada 25 pasar.
Apa sebenarnya Pasar Muamalah itu dan seperti apa rambu-rambu yang berlaku di sana? Untuk apa dibuat? Siapakah Zaim? Dari penelusuran di berbagai sumber, saya menemukan sekian informasi berikut:
Seperti dipapar di atas, Pasar Muamalah mewajibkan dinar dan dirham sebagai alat tukar. Sebenarnya bukan cuma dinar dan dirham, tetapi fulus juga termasuk. Disebutkan, dinar adalah koin emas, dirham merupakan koin perak, dan fulus semacam koin tembaga.
Pasar yang diistilahkan sebagai "Pasar ala Rasulullah" ini rupanya telah beroperasi selama 10 tahun. Di masing-masing tempat, jadwal operasi pasar berbeda-beda. Dilaksanakan satu sampai dua kali dalam sebulan.