Negara-negara yang dimaksud, antara lain China, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Hongkong, Singapura, Afrika Selatan, dan sebagainya. Namun, di antara semuanya, importir terbanyak adalah China.
Di samping mengimpor dalam jumlah banyak, China juga membayar harga sarang walet lebih mahal dibanding negara lainnya. Yaitu berkisar Rp 25 juta sampai dengan Rp 40 juta per kilogram.
Jujur, saya belum punya bisnis sarang walet, barangkali kelak akan melakukan hal itu. Namun, saya sedikit tahu bagaimana para petani memulai dan menggelutinya di lapangan.
Di kampung halaman istri saya, tepatnya di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, ada banyak warga yang berbisnis sarang walet. Dan mereka cukup berhasil melakukannya.
Di antara warga tersebut, sebagian mereka adalah anggota keluarga besar kami. Maka setiap kali berkunjung ke rumah mereka, saya kerap bertanya perihal proses dan perkembangan bisnis mereka.
Singkatnya, berbisnis sarang walet terbilang mudah. Yang perlu dipastikan terlebih dahulu yakni bahwa di lokasi memang ada burung walet. Jadi, jangan membangun bisnis sarangnya, sementara burungnya tidak ada.
Bahwa sarang walet sesungguhnya bisa didapatkan di gua-gua, cuma jumlah dan kualitasnya belum tentu sesuai harapan. Sarang walet harus dihadirkan "paksa". Itu intinya.
Lalu apa yang dibutuhkan? Kebutuhannya hanyalah "rumah" atau bangunan bagi walet untuk membuat sarang. Kemudian beberapa peralatan lain juga wajib disediakan. Kalau sudah ada bangunannya, maka perlu "peralatan khusus" agar walet "tertarik" dan nyaman bersarang.
Kalau dihitung-hitung, pembisnis pemula cukup mengeluarkan biaya sekitar Rp 20 juta sampai dengan Rp 30 juta. Ini hitungannya tidak ada biaya pembelian lahan.