Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Terkadang yang Menakutkan Bukanlah Vaksin, tapi Jarum Suntik

16 Januari 2021   22:08 Diperbarui: 16 Januari 2021   22:17 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Presiden Joko Widodo dan sebagian perwakilan kalangan menerima vaksin Covid-19 pada Rabu (13/1/2021) kemarin, artinya proses pelaksanaan program vaksinasi nasional secara resmi telah dimulai.

Mudah-mudahan dengan terlaksananya vaksinasi, ke depan masyarakat menjadi "agak kebal" terhadap paparan Covid-19, sehingga aktivitas sehari-hari dapat dijalankan lebih leluasa, meski tetap saja harus patuh pada protokol kesehatan.

Namun demikian, mesti diakui bahwa beberapa pihak rupanya masih khawatir menerima vaksin. Tentu ada banyak alasan di baliknya. Di antaranya misalnya, ragu akan kualitas vaksin, takut mengalami efek samping, dan sebagainya.

Akan tetapi, seharusnya beragam alasan tadi tidak boleh menghambat pelaksanaan vaksinasi. Mendapat vaksin bukanlah sebatas hak, melainkan juga kewajiban. Lewat vaksinasi, seseorang diharapkan sehat, untuk ikut menjaga kualitas hidup orang lain di sekitarnya.

Lagi pula, bukankah Presiden Jokowi dan sebagian orang sudah bersedia divaksin? Mengapa harus khawatir? Tidakkah disadari bahwa bilamana muncul efek samping, maka yang bertanggungjawab adalah pemerintah?

Jadi, biarkan pemerintah menjalankan kewajibannya. Yakinlah, pemerintah tidak mungkin memberikan vaksin berkualitas rendah atau berbahaya bagi warga.

Sila bantah "tebakan" saya, bahwa terkadang seseorang takut divaksin tidak semata karena khawatir kualitas atau efek samping vaksinnya, tetapi ngeri melihat jarum suntik. Benarkah begitu? Sila pembaca menjawab dalam hati masing-masing.

Tidak bermaksud meremehkan keberanian orang menghadapi sesuatu yang mengerikan, tetapi ada fakta jika sebagian di antaranya memang takut disuntik ketimbang diterjang peluru.

Jujur, kalau boleh memilih, saya ingin divaksin menggunakan "alat lain" daripada lewat suntikan. Seandainya vaksin bisa diminum langsung, saya mau melakukan itu.

Sebab, jangankan jarum suntik yang dibenamkan di lengan, ujung blood lancet pun membuat badan saya keringat dingin, gelisah, dan ingin menghindari pemeriksaan kesehatan darah.

Saya berharap tidak ada yang memberi saya nasihat soal "kengerian" jarum suntik. Saya punya pengalaman banyak menyaksikan orang menolak disuntik, sewaktu saya masih berkarya sebagai analis di beberapa rumah sakit.

Contohnya, ketika saya bertugas di RS Yos Sudarso, Padang, Sumatera Barat belasan tahun silam. Tiap hari saya berhadapan dengan banyak pasien dari beragam latar belakang, profesi, serta "tingkat keberanian".

Persis dengan ilustrasi gambar di artikel ini. Saya kerap memeriksa pasien dari kalangan militer. Dan tahukah pembaca bahwa ternyata yang takut blood lancet dan jarum suntik tidak hanya anak-anak?

Ya, hampir semua pasien saya yang berstatus anggota TNI takut melihat dan merasakan kedua alat itu. Mereka mengaku, lebih baik terjun di medan perang daripada ikut program medical check up. Padahal apalah ngerinya blood lancet dan jarum suntik. Tapi ini fakta.

Pada judul artikel, saya menulis "terkadang", yang artinya tidak semua orang juga takut disuntik. Ketakutan melihat jarum suntik sebenarnya cuma "pergolakan batin" sesaat, dan hanya dialami sebagian orang.

Walaupun sesaat, tidak berarti hal remeh. Fakta menunjukkan, kebanyakan "pengidap" takut disuntik adalah orang dewasa. Bukan anak-anak atau balita.

Dan karena kebanyakan orang dewasa, maka mainan dan permen kiranya tidak cukup untuk "mengelabui" atau mengalihkan perhatian mereka supaya tenang.

Perlu ada "upaya khusus" bagi petugas vaksinasi dalam meyakinkan penerima vaksin. Memastikan jika "ancaman" jarum suntik tidak sengeri yang dibayangkan.

Maka hemat saya, testimoni "rasa tusukan jarum suntik seperti digigit semut" atau sebutan lainnya, perlu disampaikan juga kepada masyarakat. Foto dan video "ekspresi datar" saat disuntik akan bermanfaat meningkatkan keberanian para calon penerima vaksin.

Yakinlah, Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un pun tetap butuh "keberanian lebih" sebelum menerima vaksin, apalagi saya dan sebagian Anda yang masih ngeri melihat jarum suntik.

Sekali lagi, semoga vaksin Covid-19 yang disediakan pemerintah berkualitas baik, jumlahnya tercukupi, serta secepat mungkin diberikan kepada seluruh warga secara merata dan adil. Mari kita sukseskan program vaksinasi Covid-19! ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun