Contohnya, ketika saya bertugas di RS Yos Sudarso, Padang, Sumatera Barat belasan tahun silam. Tiap hari saya berhadapan dengan banyak pasien dari beragam latar belakang, profesi, serta "tingkat keberanian".
Persis dengan ilustrasi gambar di artikel ini. Saya kerap memeriksa pasien dari kalangan militer. Dan tahukah pembaca bahwa ternyata yang takut blood lancet dan jarum suntik tidak hanya anak-anak?
Ya, hampir semua pasien saya yang berstatus anggota TNI takut melihat dan merasakan kedua alat itu. Mereka mengaku, lebih baik terjun di medan perang daripada ikut program medical check up. Padahal apalah ngerinya blood lancet dan jarum suntik. Tapi ini fakta.
Pada judul artikel, saya menulis "terkadang", yang artinya tidak semua orang juga takut disuntik. Ketakutan melihat jarum suntik sebenarnya cuma "pergolakan batin" sesaat, dan hanya dialami sebagian orang.
Walaupun sesaat, tidak berarti hal remeh. Fakta menunjukkan, kebanyakan "pengidap" takut disuntik adalah orang dewasa. Bukan anak-anak atau balita.
Dan karena kebanyakan orang dewasa, maka mainan dan permen kiranya tidak cukup untuk "mengelabui" atau mengalihkan perhatian mereka supaya tenang.
Perlu ada "upaya khusus" bagi petugas vaksinasi dalam meyakinkan penerima vaksin. Memastikan jika "ancaman" jarum suntik tidak sengeri yang dibayangkan.
Maka hemat saya, testimoni "rasa tusukan jarum suntik seperti digigit semut" atau sebutan lainnya, perlu disampaikan juga kepada masyarakat. Foto dan video "ekspresi datar" saat disuntik akan bermanfaat meningkatkan keberanian para calon penerima vaksin.
Yakinlah, Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un pun tetap butuh "keberanian lebih" sebelum menerima vaksin, apalagi saya dan sebagian Anda yang masih ngeri melihat jarum suntik.
Sekali lagi, semoga vaksin Covid-19 yang disediakan pemerintah berkualitas baik, jumlahnya tercukupi, serta secepat mungkin diberikan kepada seluruh warga secara merata dan adil. Mari kita sukseskan program vaksinasi Covid-19! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H