Padahal kemarin sore, Jumat (8/1/2021), saya masih menyaksikan keberadaan akun Twitter milik pribadi Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Tapi pagi ini, saat saya ingin melihat cuitan terbaru di akun bernama @realDonaldTrump tersebut, rupanya sudah tidak bisa diakses.
Ya, akun Trump sudah "diistrahatkan" selama-lamanya. Alias telah diblokir secara permanen dan tidak dapat digunakan lagi. Sebelumnya memang dikabarkan bahwa Twitter sempat menangguhkan akun itu selama 12 jam.
Pemblokiran permanen akun Trump rupanya sudah diklarifikasi langsung pihak Twitter. Melansir artikel Detik.com (9/1/2021), Twitter memutuskan mendepak Trump dari dunia maya karena berpotensi menjadi pemicu kekerasan di dunia nyata.
"Setelah review mendalam tweet terkini dari @realDonaldTrump dan konteksnya, terutama bagaimana penerimaan dan interpretasinya di Twitter, kami secara permanen menangguhkan akun itu terkait risiko bisa jadi pemicu kekerasan lebih lanjut," terang Twitter.
Wah, berarti kalau masih mau aktif di Twitter, Trump harus bikin akun baru lagi, dong? Tentunya demikian. Karena akun lain bernama @POTUS juga bukan milik Trump, tetapi akun resmi pemerintah AS, yang sekarang sudah diamankan agar tidak digunakan Trump.
Kasihan betul Trump. Masa akun pribadi seorang presiden tidak diistimewakan, ya? Mau bagaimana lagi. Itu terjadi karena ulah Trump sendiri. Ia tidak mau menjaga "keistimewaannya", malah menyalahgunakan untuk hal-hal buruk.
Tentu pertanyaannya sekarang adalah, apakah Facebook dan Instagram bakal mengikuti langkah Twitter, yaitu turut memblokir akun Trump? Tidak ada yang tahu pasti. Biarkan pengelola kedua platform itu yang berkewenangan.
Hal jelasnya, pemilik dan CEO grup Facebook, Mark Zuckerberg pun sudah memberi peringatan terbuka di akun media sosialnya. Bahwa, akun Facebook dan Instagram Trump tengah dibekukan. Masa pembekuan juga tidak disebutkan akan berakhir sampai kapan.
Meski akhirnya tergantung dari kewenangan pengelola Facebook dan Instagram, saya agaknya yakin keputusan Twitter akan mereka ikuti. Kemungkinan besar akun Trump diblokir permanen. Dan itu bisa terjadi dalam waktu dekat ini.
Mengapa ketiga platform media sosial (Twitter, Facebook, dan Instagram) tadi begitu "tidak menghargai" Trump, sementara kantor pusatnya berada di Amerika Serikat?
Mengulang apa yang saya ungkap di atas, bahwa jika Trump sungguh mau menempatkan diri sebagai "orang istimewa" di negeri itu, tidak mungkin ketiga platform tega membekukan akun-akunnya.
Maknanya, para pengelola tidak berkenan menjadikan platform mereka sebagai sarana caci-maki, menebar kebencian, dan melakukan propaganda yang merusak tatanan sosial di dunia nyata.
Pengelola pasti khawatir, stabilitas politik di AS akan terus terganggu selama tangan Trump masih "gatal" menuliskan dan mengunggah sesuatu, yang tidak hanya melanggar aturan media sosial, namun juga "memicu kekerasan" lanjutan.
Kiranya ketegasan sikap pengelola Twitter, Facebook, dan Instragram terhadap Trump dapat menjadi pengingat juga bagi saya dan pengguna lain supaya tidak melanggar aturan, serta menggunakan media sosial untuk kebaikan.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H