Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tata Kelola Wisata Masih "Balisentris", Tantangan Buat Sandiaga

29 Desember 2020   19:24 Diperbarui: 30 Desember 2020   18:13 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Parekraf Sandiaga Uno dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melakukan pertemuan di Bali, Minggu (27/12/2020) | Foto: Humas Kemenparekraf via KOMPAS.com

Sektor pariwisata tidak hanya berperan dalam menopang perekonomian nasional, menghimpun devisa, menciptakan lapangan kerja, dan seterusnya, namun juga ikut "mengukuhkan" eksistensi Indonesia di kancah internasional.

Maka dari itu, hemat saya, pemerintah wajib lebih serius lagi mengembangkan sektor wisata, yang tidak terfokus pada satu atau sebagian wilayah, melainkan di banyak lokasi secara merata, dan bahkan kalau bisa di seluruh tempat.

Bukankah banyak lokasi wisata menarik akan tetapi tidak dieskplorasi dengan baik? Mengapa pengembangan sektor wisata tidak dibuat adil? Mengapa terkesan Menteri Pariwisata dikhususkan hanya untuk mengurus Bali?

Bahwa saat ini telah ada sebanyak 5 (lima) kawasan wisata "super prioritas" yang direncanakan akan dikembangkan optimal, antara lain Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, Danau Toba, dan Likupang, tidak berarti itu sudah cukup.

Apalagi jika ke depan yang diperhatikan hanya kelima kawasan tersebut, selain Bali. Dan hal aneh lagi, kelimanya dilabeli "Bali Baru". Mengapa nama Bali harus dibawa-bawa terus-menerus?

Bali lagi, Bali lagi, dan Bali lagi. Seakan para pemangku kebijakan dan kepentingan sudah kehilangan kreativitas dalam menemukan istilah yang lebih tepat dan khas.

Saya tidak alergi dengan kata "Bali". Tetapi mestinya jangan dibuat kesan, meski faktanya demikian, pemerintah menata dan mengoptimalkan wisata menggunakan pandangan "Balisentris".

Tidak cukupkah setiap even nasional dan internasional konsisten diadakan di Bali? Sampai kapan daerah wisata lain dimarjinalkan? Bukankah baik bila sekali-sekali kegiatan besar para pejabat diadakan di luar Bali?

Buat apa "Sail Indonesia" diadakan tiap tahun kalau tidak ditindaklanjuti, di mana berhenti pada kegiatan pameran, lomba tari-tarian, dan sebagainya?

Sila lihat foto pertemuan antara Menteri Parekraf Sandiaga Uno dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di artikel, lagi-lagi di Bali. Mengapa tidak di tempat lain, sih?

Kawasan wisata terdampak pandemi Covid-19 bukan hanya Bali. Ratusan hingga ribuan objek wisata lain turut mengalami hal yang sama, dan bahkan kondisinya lebih mengenaskan. Jangan muncul alasan bahwa kasur hotel di Bali lebih empuk dibanding yang tersedia di hotel wilayah lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun