Setelah dilantik menjadi Menteri Sosial pada Rabu, 23 Desember lalu, Tri Rismaharini atau yang disapa Risma langsung menjalankan berbagai aktivitasnya. Antara lain, membenahi pengadaaan dan penyaluran bantuan sosial di masa pandemi Covid-19.
Di samping mengurus bansos, mantan Wali Kota Surabaya itu juga "melacak" keberadaan fakir miskin yang memang lebih rentan mengalami kesulitan, yang ia mulai di DKI Jakarta. Semoga saja diteruskan ke wilayah lain di Indonesia.
Khusus di Jakarta, Risma pada hari ini, Senin (28/12/2020), mendatangi sejumlah pemukiman kumuh di sekitar bantaran Kali Ciliwung di bawah flyover (jalan layang) Pramuka, lalu menyapa dan mengusulkan solusi kepada warga di sana.
Salah satunya di Jalan Pramuka Sari II, didampingi oleh Harry Hikmat (Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos), Risma berdialog dengan warga yang berprofesi sebagai pemulung sampah.
Di tengah obrolan, Risma mendapat informasi mengenai hasil keringat para pemulung di sana. Paling banyak Rp 800 ribu per bulan, di mana memang tidak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Mendengar hal itu, hati Risma tergerak dan merasa kasihan. Akhirnya ia menawarkan mereka bantuan berupa rumah dan tidak perlu membayar sewa. Selanjutnya pula menjanjikan pelatihan usaha agar tidak terus-menerus jadi pemulung.
"Bapak-ibu saya carikan rumah, jadi enggak perlu ada biaya ngontrak. Tetap cari sampah seperti ini. Nanti sampah dari Kementerian Sosial bisa untuk bapak. Sambil saya ajari usaha. Masak mau terus kayak gini. Mau ya?," kata Risma.
"Agenda baru sinergi program dengan lintas kementerian dan lembaga. Persisnya apa, mohon bisa disampaikan ke Bu Mensos," ujar Asep.
Melihat dan memahami aksi Risma ini, tentunya mau menegaskan kepada publik bahwa, ternyata masih banyak persoalan masyarakat yang perlu ditangani serius oleh pemerintah, utamanya di DKI Jakarta.
Bangunan yang menjulang tinggi dan fasilitas mewah publik yang giat diangkat ke permukaan selama ini tidaklah menggambarkan kondisi nasib warga yang sebenarnya. Masih terdapat banyak persoalan, meski dalam publikasi ditampakkan seindah pemandangan "instagramable". Â
Makna selanjutnya adalah, ketika di Jakarta saja yang notabene ibu kota negara tersimpan problema karena tak kunjung diselesaikan, apalagi di daerah lain yang sulit terjangkau pandangan.
Oleh karena itu, patutlah sikap belarasa antar sesama wajib terus digelorakan. Tidak hanya di masa pandemi ini, melainkan juga di setiap waktu dan di mana pun.
Berikutnya, apa yang dilakukan Risma di kolong jembatan itu, sejatinya telah "menyentil" sejumlah pejabat berkepentingan. Umpamanya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan pejabat lainnya.
Tidak berlebihan jika di sini dituliskan, Anies seharusnya tidak sibuk pamer piagam dan plakat penghargaan. Ia harus gemar turun melihat langsung keadaan warga berkesusahan.
Kemudian, semoga pula para anggota DPRD DKI Jakarta yang beberapa waktu lalu bertengkar hanya gara-gara usulan kenaikan gaji dibatalkan, menjadi sadar. Tidak pantas mengaku sebagai wakil rakyat bila rasa simpati tidak ada.
Terakhir, seperti tertuang pada paragraf kedua tulisan ini, yakni mudah-mudahan kunjungan Risma tidak berhenti di Jakarta, namun diteruskan ke wilayah lain.
Berstatus Mensos, Risma berkewajiban tampil ke depan untuk memberi contoh bagaimana menjadi pejabat publik yang sesungguhnya. Tidak cuma sibuk saat pembagian sembako untuk diambil gambarnya, lalu di-upload ke media sosial. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H