Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apa Misi Bundesnachrichtendienst di Indonesia?

28 Desember 2020   07:02 Diperbarui: 28 Desember 2020   17:01 2188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bundesnachrichtendienst | Foto: Sputnik News

Rupanya aksi kunjungan salah seorang warga Jerman ke markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan beberapa waktu lalu masih menjadi topik pembahasan publik.

Seperti diungkap media, warga Jerman yang dimaksud berjenis kelamin perempuan. Ia datang ke markas FPI membawa status Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman, terbukti dari kendaraan yang ditumpanginya.

Awalnya publik tidak tahu siapa sebenarnya sosok perempuan tersebut dan apa tujuannya ke sana. Namun usai ramai diberitakan serta diprotes keras oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia, akhirnya Kedubes Jerman bersuara dan memberi klarifikasi.

Dalam Press Release lewat akun Twitter @KedubesJerman, Kedubes Jerman menjelaskan, perempuan yang dibicarakan publik betul pegawai mereka, dan aksinya ke Petamburan atas inisiatif pribadi tanpa berkoordinasi dengan pihak Kedutaan.

Dijelaskan pula, tujuan pegawai itu ke markas FPI dalam rangka menghimpun informasi situasi keamanan terkait aksi demonstrasi. Kedubes Jerman membantah ada motif politik di baliknya, serta menegaskan komitmen relasi baik antara Jerman dan Indonesia.

Lebih lengkap mengenai isi surat Press Release, sila klik "Klarifikasi Kedubes Jerman". Surat diterbitkan pada 21 Desember 2020 dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Usai membaca bunyi surat, tentu di benak masing-masing pembaca akan muncul pertanyaan berikut: Apa benar seorang pegawai Kedutaan boleh bertindak di luar protokoler dan arahan atasannya?

Selanjutnya, bertujuan mencari informasi situasi keamanan, apakah informan FPI pantas dijadikan sumber akurat dan terpercaya? Mengapa bukan berkoordinasi dengan pihak kepolisian atau intelijen?

Apakah betul, seorang pegawai Kedutaan yang bertindak atas nama pribadi dapat diizinkan menggunakan kendaraan dinas resmi? Bukankah penggunaan mobil Kedutaan wajib sesuai prosedur? Jabatan si pegawai di Kedutaan setinggi apa?

Entah. Sekian pertanyaan di atas mestinya dijawab jelas oleh Kedubes Jerman. Aksi rilis surat dan juga keputusan memulangkan si pegawai ke Jerman, kiranya belum bisa diterima begitu saja oleh pemerintah dan rakyat Indonesia.

Indonesia butuh klarifikasi dan sikap lebih tegas dari Kedubes Jerman. Apalagi dalam suasana tidak stabil, karena sedang ada masalah, tiba-tiba seorang asing bertindak di luar batas dan aturan.

Mungkinkah "si pegawai" bukan pegawai Kedutaan biasa? Perlukah hal ini diungkap untuk ditindaklanjuti? Hemat saya, mungkin bukan pegawai biasa dan harus diproses serius.

Sejak awal saya sudah curiga. Dan akhirnya terkonfirmasi kemarin, Minggu (27/12/2020). Konfirmasi yang saya maksud adalah, artikel berita yang dipublikasikan Kompas.com dengan judul "Komisi I DPR Sebut Orang Asing yang Sambangi FPI Pegawai Intelijen Jerman".

Pada artikel diberitakan, anggota Komisi I DPR RI M. Farhan mengatakan, si pegawai bukanlah seorang diplomat, tetapi anggota Badan Intelijen Luar Negeri Jerman.

Berdasarkan data yang diperoleh Farhan, si pegawai ternyata bernama Suzanne Hall, tidak terdaftar namanya di Kementerian Luar Negeri Jerman, melainkan di badan intelijen khusus "Bundesnachrichtendienst" atau BND.

"Ternyata ketika dilakukan penyelidikan ke beberapa sumber kita di Berlin langsung, Suzanne Hall ini bukan pula pegawai pemerintah yang tercatat di Kementerian Luar Negeri Jerman. Dia tercatat sebagai pegawai BND atau Badan Intelijen Jerman," kata Farhan, Minggu (27/12/2020).

Untuk mencari tahu kebenaran pernyataan Farhan, saya menonton tayangan video di YouTube, yakni diskusi bersama yang melibatkan Farhan, Hikmahanto Juwana, dan Habiburokhman.

Dan bahkan, supaya mendapat pengetahuan mengenai keberadaan BND, saya juga telah "melacak" sejumlah situs di internet. Hasilnya, saya menyimpulkan bahwa tindakan si pegawai Kedubes Jerman identik dengan aksi spionase.

Tentu, yang berkewenangan memberi kesimpulan resmi dan bermanfaat adalah pemerintah dan intelijen Indonesia. Dan andaikata benar spionase, maka "nasib" Indonesia mirip yang pernah dialami Irak dan Turki.

Saya tidak perlu mengulas panjang lebar, yang jelas dulu Irak dan Turki sempat berurusan dengan Jerman. Sila baca: What is Germany's Intelligence Service Doing in Iraq? dan Turkey Calls German Spying 'Completely Unacceptable'.

Adakah Korelasi Kepentingan antara Bundesnachrichtendienst dan Uni Eropa?

Sekali lagi, pertanyaan ini layak disampaikan jika akhirnya terbukti Suzanne Hall melakukan aksi spionase. Harapannya, tidak ke arah sana. Namun, mengingat badan intelijen Jerman tersebut sempat punya "kenangan" di Indonesia, langkah waspada patut dijalankan.

Sebelum menebak keinginan BND, ada baiknya saya paparkan sedikit "kenangan" yang dimaksud. Bahwa puluhan tahun silam, tepatnya sekitar tahun 1965, BND pernah "berkontribusi" menumpas PKI dengan cara membantu gerakan petinggi Angkatan Darat.

Kontribusi BND antara lain kerjasama intelijen, pelatihan militer, pendanaan, dan nasihat. BND hadir untuk "meringankan" beban intelijen Amerika Serikat, Central Intelligency Agency (CIA).

PKI berhasil ditumpas, anggota dan simpatisan komunis dilenyapkan, Soekarno lengser, dan Soeharto menjadi presiden. Itulah buah keterlibatan BND di Indonesia.

Dan selama pemerintahan Orde Baru, relasi Indonesia dan Jerman terjalin intim, dan Soeharto "dinobatkan" oleh Kanselir Helmut Kohl sebagai "sahabat". Selengkapnya, sila baca "Keterlibatan Jerman dalam Aksi Pembantaian G30S-PKI 1965".

Kembali lagi. Bila betul apa yang dikatakan Farhan, maka saya dan publik Indonesia berhak bertanya perihal tujuan "kehadiran" BND yang kedua kalinya di Indonesia. Ya, semoga baru dua kali.

Target atau tujuan apa yang disasar BND? Untuk kepentingan apa? Adakah berkaitan lagi dengan kudeta politik atau mungkin persoalan baru? Apakah untuk kebutuhan Jerman sendiri atau banyak negara?

Di sini tidak perlu diterka, mengapa Suzanne Hall harus ke markas FPI, lalu beraksi secara terang-terangan di siang bolong, mencolok, dan menggunakan kendaraan resmi diplomat.

Menurut Habiburokhman dalam diskusi bersama Farhan, Suzanne Hall tampaknya mau "memanfaatkan" emosi kelompok FPI semata. Dengan begitu, FPI bisa dijadikan "tunggangan" untuk aksi susulannya.

Sekadar menduga, adakah BND hadir untuk kepentingan dagang Jerman dan Uni Eropa? Mungkinkah berkaitan soal kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia ke luar negeri sejak 1 Januari 2020?

Tidak ada yang tidak mungkin. Segala persoalan bisa digunakan untuk kepentingan apapun. Tidak terkotak dalam urusan politik dan pemerintahan saja. Permasalahan FPI dan pemerintah Indonesia dapat "digoreng" untuk daya tawar urusan ekonomi dan bisnis.

Jika arah BND ke soal nikel, maka aksi mereka amat tepat. Ingat, "pemimpin" Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara saat ini adalah Jerman. Presiden Komisi Uni Eropa bernama Ursula Gertrud von der Leyen, mantan Menteri Pertahanan Jerman (17 Desember 2013-17 Juli 2019).

Tersisa beberapa hari lagi, tepat pada 1 Januari 2021, larangan ekspor nikel Indonesia genap berlangsung selama satu tahun. Dan pihak yang paling keras menentang kebijakan ini adalah Uni Eropa.

Indonesia yang melarang ekspor nikel diprotes Uni Eropa ke meja World Trade Organization (WTO) pada 22 November 2019. Indonesia telah melumpuhkan industri baja di Eropa.

Sejumlah negara yang tergabung dalam Uni Eropa, termasuk Jerman, tidak mau Indonesia "seenaknya". Karena negara-negara ini butuh nikel tidak hanya untuk keperluan industri biasa, tetapi demi misi besar di masa depan, yakni modal bermain di era kendaraan listrik.

Sila baca: Buah Larangan Ekspor Nikel, Investor Asing Serbu Indonesia

Bila sungguh menyangkut nikel, maka artinya bukan cuma Volkswagen dan sebagainya milik Jerman yang terganggu, tetapi juga sejumlah pabrik otomotif kepunyaan negara lain anggota Uni Eropa.

Sehingga, selaku Ketua Komisi Uni Eropa, Ursula Gertrud yang turut mewakili Jerman "tepat" mendesak WTO menekan Indonesia. Dan kalau memungkinkan, melibatkan BND akhirnya menjadi sebuah "kewajaran".

Menutup tulisan sederhana ini, saya menegaskan bahwa, "dugaan liar" terhadap ulah Suzanne Hall akan terus berkembang, sepanjang Jerman tidak mau jujur dan terbuka kepada Indonesia. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun