Saya pribadi sepakat dengan sikap pemerintah yang tidak terlalu ambil pusing apalagi bereaksi keras atas terdeklarasikannya kemerdekaan Papua Barat pada Selasa, 1 Desember 2020, oleh salah seorang tokoh separatis yang bernama Benny Wenda. Mengapa?
Seperti yang diungkap pemerintah, bahwa deklarasi serta pembentukan pemerintahan sementara di Papua Barat, di mana yang bertindak selaku presiden interim yaitu Benny Wenda sendiri, lebih tepat disebut semacam provokasi atau pun propaganda jenis baru.
Betapa tidak, deklarasi Benny Wenda dan kelompoknya dilaksanakan di luar negeri dan hanya disampaikan lewat media sosial. Ucapannya yang menolak keberadaan pemerintah dan aparat Indonesia di Papua Barat juga patut dianggap isapan jempol belaka.
Selain melakukan deklarasi di luar negeri, karena memang dirinya berada di Inggris saat ini, aksi Benny Wenda pula sulit dimaknai mewakili suara dan keinginan warga Papua Barat. Sebab jangankan warga, para pemberontak yang berafiliasi dengannya malah menyuarakan penolakan.
Misalnya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (OPM) ternyata mengecam keras klaim Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) tersebut.
Pihak TPNPB-OPM menganggap Benny Wenda sudah memihak kapitalis asing, melanggar hukum internasional, tidak pantas mewakili warga Papua Barat, sehingga semuanya tidak masuk akal.
"Benny Wenda adalah warga negara Inggris, dan menurut hukum internasional, warga asing tidak bisa menjadi presiden bagi negara lain (Papua Barat). Klaimnya sangat tidak benar dan tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia," ungkap Sebby Sambon, Juru Bicara TPNPB-OPM (1/2/2020).
Baca: Menyoal Benny Wenda, Warga Negara Asing yang Mengganggu Keutuhan NKRI
Apakah baru kali ini Benny Wenda berulah? Tidak. Hampir tiap tahun begitu, terhitung sejak ia menerima suaka dari pemerintah Inggris pada 2003 silam. Ada saja aksinya, yang lagi-lagi tetap omong kosong.
Di sini tidak perlu diuraikan kisah perjalanan hidup seorang Benny Wenda. Para pembaca bisa mencari informasinya di berbagai sumber, di mana kemudian akan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa ia sebenarnya lebih cocok disebut parasit ketimbang pejuang.
Akan tetapi, tidak salah kalau di tulisan ini, saya mencoba menyematkan label terhadap Benny Wenda sebagai sosok yang ingin menjadi Xanana Gusmao versi Papua Barat. Gusmao adalah tokoh pejuang kemerdekaan Timor Leste dan akhirnya terpilih jadi presiden pertama di sana.
Apakah Benny Wenda mampu menapak jejak Gusmao kelak? Tampaknya, tidak. Seorang separatis dan parasit Papua Barat tidak pantas disandingkan dengan Gusmao. Beda misi, kondisi, dan perjuangan.
Bukan berarti saya setuju atas keluarnya Timor Leste dari keluarga besar NKRI, karena memang fakta-fakta saat ini menyajikan, rupanya nasib warga Timor Leste tidak lebih baik daripada sebelumnya. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Biarlah mereka menjalani hidup seadanya.
Mengapa saya mengatakan Benny Wenda mustahil dapat meniru dan mendapatkan impian seperti yang ditorehkan dan diperoleh Gusmao, alasannya berikut ini:
Pertama, Benny Wenda bukanlah Gusmao. Dulu Gusmao berjuang murni demi kepentingan warga Timor Leste, dan benar tinggal bersama-sama dengan mereka di tanah air, dengan status WNI. Sedangkan Benny Wenda sebaliknya.
Benny Wenda agaknya bukan memperjuangkan nasib warga Papua Barat, tetapi untuk mengacak-acak kebahagiaan warga yang sekarang ini semakin membaik, di samping juga mau mengganggu keutuhan NKRI.
Seorang pejuang jelas berbeda dengan seorang pengecut. Bagaimana mungkin Benny Wenda pantas dijuluki pejuang sementara dirinya puluhan tahun nyaman dan aman di bawah ketiak pemerintah Inggris?
Atas dasar apa Benny Wenda mengatasnamakan warga Papua Barat? Bukankah ia sudah berkewarganegaraan Inggris? Oleh karena itu, tepatlah jika Benny Winda disebut "penjual" nama dan kondisi warga, dengan tujuan untuk mendapat simpati yang hanya berguna buat dirinya sendiri.
Kedua, dari hasil ulahnya selama belasan atau puluhan tahun, adakah dukungan signifikan yang didapatkan Benny Wenda dari dunia internasional, selain dari individu-individu asing semisal Jennifer Robinson (Australia) serta Andrew Smith dan Richard Harries (Inggris)?Â
Perlu diketahui, perjuangan Gusmao tidak hanya berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dunia internasional, melainkan juga dari dalam negeri. Timor Leste kala itu merdeka atas "restu" (walaupun pernah terpaksa) pemerintah dan parlemen Indonesia.
Ketiga, aspek kehidupan warga apa yang mau diperjuangkan Benny Wenda selain isu pelanggaran HAM di Papua Barat yang terus ia "goreng"? Apakah ia mau mengangkat sisi pemerataan dan keadilan pembangunan?
Benny Wenda tidak sadar, bahwa selama ia hidup di Inggris, nasib warga Papua (utamanya Papua Barat) justru semakin baik. Sebab pemerintah memberi otonomi khusus, konsisten menggelontorkan dana yang tidak sedikit, dan membangun infrastruktur secara besar-besaran.
Kemudian pemerintah juga sering meninjau kehidupan warga dan progres pembangunan di Papua Barat. Dan hal lain yang harus diketahui Benny Wenda yakni, pemerintah mengistimewakan warga Papua, mulai dari pemberian beasiswa hingga kemudahan menempati jabatan dan posisi strategis.
Lalu apalagi dasar bagi Benny Wenda? Mengapa ia menyamakan kondisi Papua saat ini dengan yang pernah dialami di masa pemerintahan Soeharto yang terkenal otoriter dan menganaktirikan sebagian wilayah?
Kiranya cukup tiga alasan di atas. Bila masih ada, sila pembaca menambahkannya dalam hati masing-masing. Intinya, gerakan dan aksi Benny Wenda bersama kelompoknya sungguh sulit dimengerti dan diterima akal sehat.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H