Bayangkan lagi bila para eksportir tersebut mempekerjakan sekian orang, bukankah dengan tutup usaha malah akan menambah jumlah pengangguran di negeri ini?
Ketiga, sesungguhnya, jauh sebelum ada kasus Edhy, yaitu kala terjadi pro dan kontra izin ekspor benur, Presiden Joko Widodo sudah memberi tanggapan, arahan, dan solusi. Presiden Jokowi menyampaikannya pada Selasa, 17 Desember 2019 lalu.
Presiden Jokowi tidak melarang ekspor benur. Beliau hanya meminta agar dilakukan tanpa merusak ekosistem perairan (menjaga keseimbangan dan keberlangsungan benur), tidak aur-auran, memberi nilai tambah bagi negara, serta nyata menghidupkan para nelayan.
"Keseimbangan itu paling penting, bukan hanya bilang jangan ekspor. Tetapi jangan juga semua diekspor, enggak benar. Bagaimana tetap menjaga lingkungan agar lobster itu tidak diselundupkan, tidak diekspor secara aur-auran, tapi juga nelayan dapat manfaat dari sana, nilai tambah ada di negara kita," ucap Presiden Jokowi.
Kesimpulan singkatnya apa? Jangan sampai ekspor menciptakan eksploitasi. Kegiatan ekspor diharapkan legal sehingga aksi penyelundupan teratasi. Lalu apa yang terjadi? Edhy menghancurkan semuanya.
Kesalahan Edhy yaitu memanfaatkan posisinya sebagai menteri untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompoknya. Prosedur ekspor barangkali sesuai aturan atau legal, cuma Edhy tidak lupa juga kongkalikong.
Apakah karena Edhy berulah, kemudian kebijaksanaan dan harapan Presiden Jokowi atas pemanfaatan hasil laut berupa benur dibuat mentah? Mestinya, tidak. Nasib para nelayan yang menggantungkan hidup di pencarian benur juga wajib dipikirkan.
Sekian. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H