Kembali lagi ke perjalanan Edhy menjadi menteri. Sebelum tertangkap KPK, tentu publik banyak tahu kisah tentangnya. Dulu baru beberapa saat diangkat jadi menteri, dia sudah mengobrak-abrik aturan yang dibuat Susi. Semua kebijakan Susi direvisi, termasuk perizinan ekspor benur ke luar negeri, misalnya Vietnam.
Bagi Edhy, ekspor benur dalam jumlah banyak bukan persoalan, yang penting mendatangkan keuntungan bagi bangsa, yang spesifik ia sebut para nelayan. Namun faktanya, bukanlah para nelayan yang akhirnya difasilitasi untuk itu, tetapi orang-orang terdekatnya.
Bahkan Edhy dan Prabowo sempat bersikap "cool", ketika beragam kritik soal ekspor benur dilayangkan, pun sewaktu ada pelanggaran kapal nelayan asing di Perairan Natuna. Sila baca artikel berjudul (klik) "Menyoal Sikap 'Cool' Prabowo dan Edhy atas Pelanggaran China di Laut Natuna".
Tidak cukup mengubah kebijakan KKP, bersikap "cool", dan tetap mengizinkan ekspor benur, Edhy juga sampai menyindir Susi di media sosial. Ia mengatakan Susi mengkritik kebijakan barunya karena belum "move on". Susi dianggapnya tidak rela meninggalkan jabatan di KKP. Sila baca "Bu Susi Cuma Peduli Masa Depan Nelayan, Bukan Belum Move On".
Dan untuk memperkuat posisi dan kebijakannya (hal baru yakni izin penggunaan cantrang, padahal merusak ekosistem laut), Edhy mengangkat sebanyak 22 pejabat tinggi di KKP yang ia label "backbone".
Salah satu pejabat tersebut Rokhmin Dahuri, menteri KKP di masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Rokhmin amat pro kebijakan Edhy dan gemar mengkritik Susi. Baca "Edhy Angkat 22 Pejabat Baru, untuk Jadi Backbone atau Bemper?".
Tertangkapnya Edhy dan bagaimana proses hukum selanjutnya, biarlah menjadi urusan Edhy dan KPK. Semoga semuanya berjalan baik, adil, transparan, dan lancar. Lalu kapan Presiden Jokowi bersikap? Mari tunggu saat yang tepat.
Cuma memang, mendengar informasi ini, di kanal media sosial, para netizen ternyata sudah berspekulasi, bahwa bila Edhy diberhentikan, terbuka kemungkinan Susi diangkat kembali jadi Menteri KKP. Apakah demikian? Tidak ada yang tahu pasti. Semua tergantung kebijaksanaan dan keputusan Presiden Jokowi.
Sekian. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H