Pertanyaannya, apakah cuma pemerintah pusat yang berkewenangan menegur kepala daerah? Menurut penulis, mestinya tidak. Warga juga berhak melakukannya. Khusus warga DKI Jakarta misalnya, mereka punya hak menuntut pertanggungjawaban Anies atas tindakan "standar ganda".
Maksudnya ialah, Anies berkewajiban menjelaskan kepada warga, mengapa dirinya seolah tebang pilih dalam menjalankan aturan. Warga lain dilarang, sementara HRS dan kelompoknya terlihat dibiarkan.
Hemat penulis, warga DKI Jakarta sebagai pihak yang dirugikan "standar ganda", pantas menuntut Anies secara hukum, berupa class action (kategori plaintiff, defendant, dan public), yaitu gugatan terhadap pelanggaran hak publik. Penjelasan apa itu class action, sila baca (klik) "Syarat-syarat Melakukan Class Action di Indonesia".
Lewat bantuan individu, kelompok, atau instansi yang ditunjuk, warga DKI Jakarta layak menggugat Anies atas kerugian yang mereka alami selama ini. Bukan bermaksud menegasi aturan PSBB atau larangan protokol kesehatan, melainkan pertanyaan untuk dijawab (dalam bentuk apa pun) terkait ketidakkonsistenan Anies pada kebijakannya sendiri.
Bagaimana mungkin sepanjang 8 (delapan) bulan terakhir Anies kukuh menegakkan aturan bagi siapa saja (tanpa pandang bulu), lalu di akhir-akhir ini (seminggu terakhir) malah bersikap lunak, seolah memihak kelompok tertentu.
Anies dan seluruh warga DKI Jakarta perlu tahu, bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Tidak ada warga yang kebal aturan. Penegakkan hukum tidak memandang aspek keberpihakan kepentingan politik dan sejenisnya.
Maukah warga DKI Jakarta mengajukan class action kepada Anies? Terserah pertimbangan dan keputusan mereka. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H