Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Anies, Boleh Tahu "Jaki" Itu Gunanya untuk Apa?

15 November 2020   16:53 Diperbarui: 15 November 2020   17:57 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar aplikasi Jaki | tirto.id

"Jakarta mempunyai sebuah aplikasi, namanya Jakarta Kini atau Jaki. Saya mengundang kepada seluruh masyarakat Jakarta, silahkan unduh, gunakan aplikasi ini. Bila menemukan pelanggaran, maka laporkan lewat aplikasi ini. Di situ ada fitur-fitur yang teman-teman semua bisa manfaatkan. Tujuannya bukan semata-mata menegakkan aturan, sekali lagi tujuannya adalah melindungi sesama."

Kutipan kalimat di atas merupakan sebagian dari pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di sebuah tayangan video Youtube unggahan Jakarta Smart City (12/11/2020), soal keberadaan aplikasi Jaki dan bagaimana masyarakat memanfaatkannya, khususnya dalam rangka meminimalisir penyebaran Covid-19 di ibu kota.

Di video tersebut, Anies meminta warga ibu kota membantu pemerintah untuk menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan di masa PSBB Transisi. Warga dihimbau berani melaporkan suatu kejadian atau kegiatan yang menimbulkan kerumunan melalui Jaki.

Melihat tanggal unggahan video, berarti pernyataan Anies tadi dipublikasikan 3 (tiga) hari setelah diumumkannya PSBB Transisi (jilid berikutnya), di mana aturannya berlaku hingga 22 November 2020.

Artinya lagi, Anies memberi pernyataan itu 2 (dua) hari usai kedatangan Habib Rizieq Shihab (HRS) dari Arab Saudi. Entah layak disebut terlambat atau bagaimana, himbauan Anies mestinya menjadi penegasan kembali bahwa setiap warga punya kewajiban menaati protokol kesehatan.

Saya kurang tahu apakah memang mayoritas warga ibu kota sudah mengenal Jaki atau belum, saya sendiri baru mengetahuinya. Baru beberapa saat yang lalu. Secara tidak sengaja, saya melihat sebuah video tentang Anies di akun Facebook seorang teman.

Karena penasaran, saya mencoba mencari istilah Jaki yang dimaksud Anies. Dan ternyata betul, salah satu fungsinya memang sebagai media bagi warga untuk melaporkan kejadian atau pun keluhan, misalnya pelaporan kegiatan massa yang memicu kerumunan di masa pandemi.

Tangkapan layar aplikasi Jaki | tirto.id
Tangkapan layar aplikasi Jaki | tirto.id
Pemprov DKI Jakarta tampaknya suka mengoleksi banyak kanal pelaporan. Betapa tidak, sebelumnya juga sudah ada aplikasi serupa dan kanal lain yang fungsinya sama, yakni media atau sarana untuk menyampaikan keluhan seputar layanan publik.

Selain Jaki, ada yang namanya CRM (Citizen Relations Manajemen), Qlue, dan Balai Warga. Kemudian ada pula kanal SMS Lapor 1708, SMS 08111272206, Twitter (@DKIJakarta), Facebook (Pemprov DKI Jakarta), e-mail (dki@jakarta.go.id), dan sebagainya.

Mengapa laporan soal kerumunan warga dihimbau lewat Jaki? Barangkali untuk memusatkan pelaporan, jadi biar lebih terarah. Cuma Anies dan jajarannya yang paling tahu tentang hal itu.

Judul artikel saya tulis "Pak Anies, Boleh Tahu Jaki Itu Gunanya untuk Apa?", bermaksud bukan memprotes keberadaan dan fungsi Jaki, melainkan mempertanyakan esensi himbauan Anies selama satu minggu terakhir.

"Unduh dan gunakan Jaki untuk menyampaikan laporan", begitu rangkuman pernyataan Anies di video. Tahukah Anies bahwa Jaki menjadi tidak berguna ketika kerumunan massa HRS dan para pendukungnya sudah disaksikan langsung oleh Pemprov DKI Jakarta?

Buat apalagi melapor lewat Jaki, sedangkan pelanggaran protokol kesehatan oleh HRS dan para pendukungnya sudah diketahui lebih awal? Jaki dan himbauan Anies, percuma.

Terpaksa saya memberi penilaian, bahwa dalam menegakkan aturan, Anies dan jajarannya menggunakan standar ganda. Aturan berlaku bagi yang lain, namun tidak dengan kelompok tertentu. Sila baca "PSBB Transisi DKI Jakarta: Makin Panjang, Makin Loyo".

Menegakkan aturan tidak hanya pemberian denda, misalnya kemudian HRS (dan FPI) membayar uang sebesar Rp 50 juta, tetapi mencegah dari awal agar tidak terjadi pelanggaran. Anies sudah tahu akan ada serangkaian kegiatan HRS dan kawan-kawan, mengapa tidak dilarang?

Adakah kegiatan HRS dan kawan-kawan istimewa di mata Pemprov DKI Jakarta? Mengapa Anies terlihat diskriminatif dalam menegakkan aturan? Pesta pernikahan putri HRS diperbolehkan (malah difasilitasi juga), sedangkan pesta serupa oleh warga lain dilarang.

Tidak konsisten. Lain ucapan, lain tindakan. Maka tidak heran bila sebagian publik bersuara keras di medianya masing-masing. Bahkan ada yang sampai melambungkan tagar #IndonesiaTerserah di Twitter. Ya, terserah. Daripada publik bingung?

Maka dari itu, supaya keberadaan Jaki, himbauan Anies, dan aturan PSBB Transisi menjadi bermakna, sebaiknya seluruh warga ditempatkan pada posisi yang sama. Tidak boleh ada yang diistimewakan. Semua harus patuh pada aturan.

Selamat mengunduh dan menggunakan Jaki bagi warga DKI Jakarta. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun