Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ngeri, Warga Dikutuk "Muntah Darah" Bila Salah Pilih di Pilkada!

28 Oktober 2020   16:03 Diperbarui: 28 Oktober 2020   16:11 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampanye Pilkada Serentak 2020 di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara | Sumber gambar: tangkapan layar video Facebook Edhyr Baz

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang melibatkan sebanyak 270 daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) di seluruh Indonesia akan segera dihelat dalam waktu dekat. 

Tepatnya pada Rabu, 9 Desember 2020. Pelaksanaannya tetap digelar sesuai keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), pemerintah pusat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Alasan KPU, pemerintah, dan DPR sepakat melanjutkan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 antara lain, untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah, memenuhi hak konstitusi rakyat, serta melihat kesiapan penyelenggara memperketat protokol kesehatan. Maka, karena sedang dalam masa pandemi Covid-19, para pasangan calon (paslon) diminta untuk menggelar kampanye secara virtual atau daring.

Masa kampanye tengah berlangsung. Para paslon berkesempatan mempromosikan diri dan menyosialisasikan program-program mereka kepada masyarakat. 

Sesuai jadwal, gelaran kampanye akan berakhir pada Sabtu, 5 Desember 2020. Sekali lagi, kampanye wajib virtual (lewat saluran internet, media massa, dan cetak), bukan berhadapan muka dengan warga, calon pemilih.

Pertanyaannya, benarkah kewajiban kampanye virtual telah dijalankan sungguh-sungguh para paslon di lapangan? Jawabannya, tidak. Ternyata tidak semua paslon memilih kampanye virtual, ada yang turun langsung bertemu warga. Kampanye model daring kurang diminati, padahal ruang untuk melakukannya terbuka lebar dan bebas.

"Proses kampanye yang sekarang berlangsung, para kandidat itu minim sekali menggunakan media-media daring dalam menyampaikan visi-misinya atau kampanye kepada masyarakat. Yang dipilih itu kampanye bertatap muka langsung mengunjungi pemilih. Memang pilihan daring itu disarankan karena kekhawatiran Pilkada bisa jadi penularan Covid-19.

 Jadi kampanye daring ini bebas, dan saking bebasnya tidak diminati," ujar Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), melansir KOMPAS.com (Rabu, 28/10/2020).

Bukankah kampanye tatap muka melanggar protokol kesehatan? Apalagi jika di lapangan tidak tegak aturan pemakaian masker dan larangan jaga jarak, potensi penularan Covid-19 sulit dicegah. 

Inilah yang menjadi dasar bagi sebagian kalangan yang menolak pelaksanaan Pilkada 2020. Jangan sampai pesta demokrasi berujung buruk, niat baik yang berakhir bencana.

Salah satu daerah yang kurang patuh protokol kesehatan di masa kampanye itu adalah Kabupaten Nias Selatan. Tempat kelahiran penulis. Pilkada 2020 di kabupaten ini diikuti 2 (dua) paslon, yaitu pasangan Hilarius-Firman dan Idealisman-Sanolo. Hilarius merupakan calon petahana, sementara Idealisman mantan bupati periode 2011-2016.

Ketidakpatuhan yang dimaksud yaitu para paslon tetap mengadakan kampanye tatap muka, menggelar acara yang menimbulkan kerumunan (contohnya di sana ada kegiatan "maena", tarian khas Nias), dan sebagian peserta (bahkan paslon) tidak memakai masker dan menjaga jarak. Padahal, beberapa waktu lalu, wilayah Kepulauan Nias sempat masuk dalam daftar zona berbahaya Covid-19.

Penulis kurang tahu apakah Bawaslu Nias Selatan selalu hadir di acara kampanye, dengan demikian bisa mengingatkan para paslon dan warga untuk patuh protokol kesehatan. 

Faktanya, acara demi acara konsisten berlangsung, dan tidak ada kabar bahwa terjadi pelanggaran. Hal ini tentu menjadi perhatian Bawaslu dan pihak-pihak terkait.

Tidak cukup protokol kesehatan yang dilanggar, ternyata ada bentuk kampanye "memaksa" yang dilakukan oleh salah satu paslon, jelasnya nomor urut 1, Hilarius-Firman. Kegiatan kampanye yang menurut penulis tidak boleh terjadi itu adalah adanya "penyumpahan" atau kutukan bagi calon pemilih yang membelot.

Calon pemilih yang tidak jadi mencoblos paslon nomor urut 1 didoakan terkena musibah. Mereka akan muntah darah dan mengeluarkan uap. Dalam bahasa Nias "la uta'ö ndro ba sau".

Peristiwa kampanye mengerikan itu berlangsung di salah satu desa di Kecamatan Börönadu, sebuah lokasi yang diyakini masyarakat Nias sebagai tempat "turunnya" leluhur pertama.

Videonya viral setelah diunggah pemilik Facebook bernama Edhyr Baz, Senin (12/10/2020), pukul 00.43 WIB. Lebih jelas, sila klik link ini. Dalam video, pelaku "pengutuk" bukan paslon nomor urut 1, tetapi tokoh masyarakat yang memimpin acara. Tokoh mengaku semua pemilih dari 10 desa sudah kompak memilih Hilarius-Firman. Sehingga siapa pun yang salah pilih pasti kena kutukan.

Seekor ayam jantan dipotong lehernya, dan pemilih yang membelot dikutuk bernasib sama (fa'aetu mbagi manu). Paslon nomor urut 1 hadir, menyaksikan acara, dan bertindak selaku pemegang ayam. 

Adakah paslon paham bahwa ujaran kutukan sedianya tidak terucap? Apakah mereka berdua sepakat juga dengan "doa buruk" tokoh tadi? Mestinya paham dan tidak sepakat.

Sebagai pemimpin dan calon petahana, Hilarius mestinya menolak bentuk kampanye model begitu. Beliau tentu sudah tahu rangkaian acara, maka sudah menjadi kewajibannya mengedukasi (menasihati) masyarakat dan tokoh sebelum hadir di lokasi. Separah itukah cara-cara berkampanye dalam menarik hati masyarakat?

Semoga hal serupa tidak terjadi lagi di sana maupun di daerah lain. Ada banyak bentuk kampanye yang lebih edukatif untuk dipilih. Kampanye bukan ajang menakut-nakuti serta "menyumpahi" masyarakat. Selamat menyongsong hari pelaksanaan Pilkada 2020. Mudah-mudahan pemimpin terpilih mau amanah.

Ya'ahowu!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun