Lalu apa hubungan antara Pilkada Serentak 2020 dan "iklan mie instan"? Mestinya sedikit terbaca. Adakah yang pernah berpikir, mengapa mie instan yang diiklankan tidak sesuai wujud yang diterima konsumen?
Mengapa di iklan ada ayam, udang, rendang, tomat, dan bumbu-bumbu lain yang lengkap, sedangkan ketika dibeli di warung dan mulai diseduh atau dimasak ternyata tidak ada?
Jangan berubah pikiran dan kemudian tidak lagi mengonsumsi mie instan, walaupun ternyata bahan-bahan yang ada di iklan tidak tersedia di tangan. Bau dan rasanya saja yang "diizinkan" dinikmati.
Apakah para pemilih di Pilkada Serentak 2020 cuma mau "mengecap rasa" dan "mencium bau" di kemudian hari? Kalau tidak mau, maka berhentilah mempercayai kampanye a la "iklan mie instan".
Caranya, jangan gampang tergiur janji manis, kenali kompetensi dan rekam jejak para Paslon, dan ikat komitmen dengan mereka. Pandemi Covid-19 tidak boleh dijadikan alasan untuk memberikan kesempatan kepada para Paslon berkampanye model "iklan mie instan".
Jangan sampai yang kelak didapat masyarakat sebatas "rasa dan bau pembangunan", padahal wujudnya tidak nyata. Sekian.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H