Dalam kasus rumit sekalipun, misalnya terbentuknya janin akibat perkosaan, Gereja memerintahkan umat untuk tidak melakukan aborsi atau pengguguran. Janin harus dirawat, dilahirkan, dan dibesarkan.
Larangan membunuh dan perintah mengasihi sesama bahkan tertuang tegas di dalam Alkitab. "Jangan Membunuh" (bagian ke-5 dari Sepuluh Perintah Allah). "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (baca Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14).
Lebih lengkap tentang pandangan iman Gereja Katolik soal aborsi, sila baca (klik) "Mengapa Aborsi Itu Dosa?". Gereja berpandangan bahwa kehidupan manusia sudah dirancang Allah, jauh sebelum dibentuk secara fisik di dalam kandungan.
"Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" (Yer 1:5).
Bukankah janin merupakan mahakarya Allah yang wajib dijaga? Bukankah pula janin adalah sesama yang mesti dikasihani? Bagaimana mungkin misi menyelamatkan manusia (membuat vaksin) justru mengorbankan hak hidup manusia lain (janin yang tak berdaya)?
Kiranya itulah alasan Gereja menolak aborsi dalam kepentingan apa pun, yang disuarakan kembali oleh Fisher, Davies, dan Griniezakis. Menggunakan sel-sel janin hasil aborsi sangat bertentangan dengan moral dan ajaran iman.
Semoga para peneliti dan pembuat vaksin berhenti "mengorbankan" manusia dalam misi kemanusiaan. Sebab, jangankan janin manusia, hewan langka saja amat dilindungi saat ini.
Masih banyak "materi" lain yang bisa dikreasikan untuk jadi media pengembangan vaksin dan obat-obatan. Janin yang belum tersentuh dosa memiliki hak untuk hidup. Allah Sang Pencipta yang memberikan hak istimewa itu.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H