Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Soal Leading Sector Lumbung Pangan Nasional, Kenapa Harus ke Tangan Prabowo?

10 Juli 2020   14:04 Diperbarui: 10 Juli 2020   14:04 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, Kamis pagi (9/7/2020), Presiden Joko Widodo berangkat ke Kalimantan Tengah dalam rangka kunjungan kerja sehari. Adapun agenda kerja presiden yaitu untuk meninjau lokasi Food Estate (lumbung pangan nasional) dan proyek padat karya di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Di samping itu, presiden juga sekaligus mengunjungi Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya.

Presiden ke Kalimantan Tengah tidak sendiri, tetapi turut didampingi oleh beberapa menteri, para pembantunya. Mereka antara lain Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto; Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo; Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono; dan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.

Jika dipahami, agenda utama presiden dan rombongan adalah meninjau lokasi pengembangan lumbung pangan nasional beserta proyek padat karya. Intinya, 2 (dua) wilayah di Kalimantan Tengah akan dan sedang dipersiapkan menjadi pusat pangan nusantara di luar Pulau Jawa.

Lebih rinci, kedua wilayah yang dimaksud yakni Kabupaten Kapuas di lahan seluas 20.704 hektare dan Kabupaten Pulang Pisau di lahan seluas 10.000 hektare. Ke depan akan semakin diperluas lagi, mengingat lahan potensial di Kalimantan Tengah tersedia seluas 165.000 hektare.

Pengembangan kawasan lumbung pangan pun direncanakan berbasis korporasi petani dan dilakukan integratif mencakup pertanian, perkebunan, dan peternakan. Tentu kehadiran lumbung pangan baru ini diharapkan dapat menyelamatkan Indonesia dari krisis pangan di masa mendatang.

Kembali ke pokok pembahasan. Mengapa leading sector atau penanggungjawab proyek baru Food Estate diserahkan ke bahu Prabowo Subianto? Bukankah Prabowo adalah menteri pertahanan? Mengapa tanggungjawab itu tidak diserahkan ke tangan Syahrul Yasin Limpo selaku menteri pertanian yang berurusan langsung dengan soal pangan?

"Leading sector-nya ini nanti, karena menyangkut cadangan strategis pangan kita, akan kita berikan kepada Pak Menhan, yang tentu saja didukung Pak Menteri Pertanian dan Menteri PU. Tentu saja di daerah kita harapkan juga ada dukungan penuh dari gubernur maupun para bupati," ujar Jokowi di Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis (9/7/2020).

Dari ujaran presiden, terungkap jelas bahwa proyek pengembangan lumbung pangan berada di bawah kendali Prabowo. Tanggungjawab Syahrul hanya sekadar pendukung. Apakah maksudnya presiden tidak (baca: kurang) percaya kepada Syahrul? Apakah presiden ingin agar Syahrul fokus saja pada pengembangan produk kalung penangkal Virus Corona?

Semoga maksud presiden tidak demikian. Barangkali alasan presiden adalah supaya Prabowo bukan cuma mengurus pertahanan, tetapi juga merangkap tugas meningkatkan ketahanan dalam negeri, khususnya masalah pangan, seperti yang dijelaskan oleh Donny Gahral Adian, Tenaga ahli Utama Kantor Staf Presiden, berikut?

"Pertahanan perlu diartikan secara luas, bukan cuma pertahanan dari ancaman bersenjata, tapi juga ancaman nonbersenjata. Seperti misalnya penyakit, kelaparan. Jadi saya kira, ketika pertahanan diartikan secara lebih luas, tidak ada salahnya Presiden menunjuk Kementerian Pertahanan untuk menangani ketahanan pangan. Toh, ini juga akan dikoordinasikan dengan Kementerian Pertanian," jelas Donny (baca: detik.com).

Paparan Donny tetap belum memuaskan. Jawaban dan alasan utuh wajib berasal dari presiden sendiri. Mengapa beliau lebih memilih Prabowo ketimbang Syahrul. Seandainya presiden mengatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk "mencambuk" Syahrul agar bangun dari tidurnya, karena toh yang dipilih adalah Prabowo yang punya segudang pengalaman di HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), tetap juga kurang memuaskan.

Penulis dan sebagian publik yang kaget atas keputusan presiden, tidak berarti menolak. Hanya saja, sebaiknya tugas dan kewenangan para pejabat negara, khususnya menteri, diberikan sebagaimana mestinya. Jangan sampai di kemudian hari timbul masalah, misalnya proyek pengembangan lumbung pangan nasional tadi gagal atau kurang maksimal, disebabkan adanya konflik kepentingan atau tarik-ulur tanggungjawab.

Prabowo Ditunjuk untuk Memenuhi Proposal Konsepsi, Syarat Koalisi Pasca Pilpres 2019?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun