Tampaknya kematian Komandan Pasukan Quds (Garda Revolusi Iran), Mayor Jenderal Qasem Soleimani pada Jumat, 3 Januari 2020 di Bandara Baghdad, Irak, akan menyeret Amerika Serikat dan Iran dalam perseteruan serius.
Seperti dikonfirmasi pihak Pentagon, pembunuhan Soleimani atas instruksi Presiden Donald Trump. Soleimani dibunuh karena dianggap bertanggungjawab atas penyerangan diplomat dan kematian warga AS serta koalisi.
Kemudian, Soleimani dianggap sebagai sosok kunci dalam agenda politik Iran dan Timur Tengah yang kerap mengancam keberadaan AS. Sehingga serangan terbaru AS disebut dalam rangka mencegah serangan Iran di masa depan.
Selain Soleimani, serangan militer AS menggunakan drone pengebom turut mengakhiri nyawa 7 (tujuh) orang lain, di mana sebagian besar petinggi militer Irak, serta melukai 3 (tiga) orang lainnya.
Di antara korban tewas (selain Soleimani), nama-nama yang terungkap yakni Wakil komandan milisi Syiah Irak (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis, petinggi milisi Kataib Hizbullah, dan seorang petugas protokoler bandara Irak, Mohammed Reda.
Trump menegaskan serangan udara yang dilakukan tidak dalam rangka mencampuri urusan politik dalam negeri Iran (mengganti pemerintah atau memunculkan rezim baru).
Sangat aneh memang, bagaimana mungkin Trump berniat mengakhiri perang dengan cara perang. Termasuk ingin menjamin keselamatan diplomat dan warganya tetapi justru membuat mereka takut dan terancam sehingga diminta minggat dari Irak.
Apa pun alasan Trump, serangan terhadap Soleimani dan beberapa korban lainnya akan semakin memperburuk hubungan antara AS dan Irak-Iran ke depan. Urusan sederhana misalnya dengan Irak, lokasi korban tewas dan luka terjadi di sana, dan hal itu semacam pemantik emosi tingkat tinggi dari AS.
Iran pun demikian. Perseteruan terbuka dengan AS yang sudah berjalan sejak AS menarik diri dari perjanjian nuklir bakal semakin memuncak. Ditambah lagi, di mata pemimpin dan warga Iran, Soleimani adalah sosok amat penting. Itulah kenapa Soleimani disebut martir.
Menanggapi serangan Trump, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bersumpah akan melakukan pembalasan mengerikan terhadap AS, di sela mengumumkan waktu tiga hari berkabung atas kematian Soleimani.
Khamenei juga sudah menunjuk pengganti Soleimani, yaitu Brigadir Jenderal Esmail Qaani yang sebelumnya mendampingi Soleimani sebagai Wakil Komandan Pasukan Quds. Qaani diminta meneruskan perjuangan Soleimani dan bangsa Iran. Kapan Iran akan membalas AS dan dalam bentuk apa?
Balasan berupa perang terbuka barangkali belum ada. Cuma, melansir berita kompas.com hari ini (5/1), Iran sepertinya sudah memberi pengumuman, yang bisa diterjemahkan bahwa akan ada balasan nyata dalam waktu dekat.
Tim hacker Iran ternyata sudah terpanggil untuk membela negaranya (beserta Soleimani). Dengan begini, bisa diartikan bahwa segala daya akan dikerahkan oleh Iran untuk membalas perbuatan Trump (yang mengatasnamakan AS).
Entah akan berujung pada aksi lanjutan, yang jelas hari ini tim hacker Iran yang terbuka menggunakan nama "Iran Cyber Security Hackers" tersebut telah berhasil menguasai salah satu situs penting pemerintah AS. Situs itu yakni The American Federal Depository Library Programme (FDLP).
FDLP merupakan situs yang dibuat pemerintah agar publikasi federal Amerika tersedia untuk umum dan bisa diakses tanpa biaya. Situs FDLP diretas usai Trump menuliskan beberapa cuitan ancaman kepada Iran lewat akun Twitter resminya, hari ini.
Beginilah tampilan bagian depan situs FDLP hasil peretasan tim hacker Iran, di mana isinya berupa ancaman balik terhadap Trump:
"Demi nama Tuhan, Republik Islam Iran. Ini adalah pesan dari Republik Islam Iran. Kami tidak akan berhenti mendukung teman-teman kami di wilayah ini: rakyat Palestina yang tertindas, rakyat Yaman yang tertindas, rakyat dan pemerintah Suriah, rakyat dan pemerintah Irak, rakyat Bahrain yang tertindas, mujahidin sejati di Lebanon dan Palestina. (Mereka) akan selalu didukung oleh kami. Diretas oleh Iran Cyber Security Group Hackers. Ini adalah sebagian kecil dari kemampuan meretas Iran. Kami selalu siap. Berlanjut."
Karena penasaran, penulis juga sudah mencoba membuka situs FDLP, dan benar masih tidak dapat digunakan alias error. Mungkin saja sedang di dalam genggaman hacker Iran. Akankah AS dan Iran akhirnya terlibat dalam perang cyber di samping serangan militer? Hampir pasti. Cuma, harapannya adalah semoga kedua negara lebih memilih damai ketimbang perang. Karena efeknya tidak hanya akan dirasakan kedua negara, tetapi juga negara-negara lain di dunia.
***
Referensi: KOMPAS.com dan dailymail.co.uk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H