Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jajaran Dewan Pengawas KPK Ternyata Figur "Mengerikan"

20 Desember 2019   16:43 Diperbarui: 20 Desember 2019   16:50 4534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo melantik jajaran Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa bakti 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019) | Gambar: KOMPAS.com/Ihsanuddin

Secara resmi Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik 5 (lima) jajaran Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa bakti 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Kelimanya, antara lain Tumpak Hatorangan Panggabean (Mantan Wakil Ketua KPK periode 2003-2007), Artidjo Alkostar (Mantan Hakim Mahkamah Agung), Harjono (Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi), Albertina Ho (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang), dan Syamsuddin Haris (Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI). Dewas diketuai oleh Tumpak merangkap anggota, sementara yang lainnya sebagai anggota.

Tidak hanya itu, di waktu yang bersamaan usai melantik Dewas KPK, Presiden Jokowi juga melantik 5 (lima) jajaran pimpinan atau komisioner KPK masa bakti 2019-2023. Mereka yakni Firli Bahuri (sebagai ketua merangkap anggota), Alexander Marwata (anggota), Nurul Ghufron (anggota), Lili Pintauli Siregar (anggota), dan Nawawi Pomolango (anggota).

Jajaran komisioner atau pimpinan KPK masa bakti 2019-2023 | Gambar: KOMPAS.com/Ihsanuddin
Jajaran komisioner atau pimpinan KPK masa bakti 2019-2023 | Gambar: KOMPAS.com/Ihsanuddin

Usai dilantik, kesepuluh "pendekar pilihan" di atas artinya siap mengemban amanah untuk melanjutkan estafet kepemimpinan di KPK. Khusus Dewas, mereka tentu diharapkan bukan cuma jadi penambah jumlah personil di lembaga anti rasuah, tetapi harus mampu memastikan upaya pencegahan dan aksi pemberantasan korupsi berjalan efektif, maksimal, dan memuaskan.

Mengenai kelima sosok komisioner KPK yang baru ini, tentu sebagian besar publik sudah kenal. Latar belakang profesi, rekam jejak, hingga informasi pribadi tentang mereka telah diungkap habis. Sila cari kembali hal-hal itu di berbagai media. Sekarang yang belum publik tahu adalah gebrakan dan kinerja yang akan mereka torehkan selama empat tahun ke depan. Semoga mereka menunjukkan bukti bahwa lebih baik dari para komisioner sebelumnya.

Sekarang adalah soal sosok Dewas KPK yang pengangkatan mereka berdasarkan UU KPK (UU Nomor 30 Tahun 2002) Hasil Revisi. Selain syarat berusia minimal 55 tahun, harus independen dan terikat pada kode etik yang berlaku di KPK, mereka juga wajib melaporkan tugas secara berkala tiap tahun kepada presiden dan DPR RI. Pada Pasal 37 poin b, mereka mendapat 6 (enam) tugas pokok sebagai berikut:

  1. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK;
  2. memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;
  3. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK;
  4. menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang;
  5. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK; serta
  6. melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.

Melihat keenam tugas pokok di atas, maka patut dibayangkan Dewas KPK mestinya "orang suci" atau "manusia setengah dewa" sebab diberi kewenangan yang luar biasa. Mereka harus lebih anti korupsi daripada siapa pun di negeri ini, amat bijak, tegas, dan jauh dari konflik kepentingan. Bertindak selaku pengawas, mereka seharusnya tidak butuh pengawasan lagi karena diharapkan sudah bisa mengawasi diri sendiri. Pertanyaannya, adakah orang suci atau manusia setengah dewa itu?

Sebelumnya, banyak orang bertanya-tanya dan bahkan ragu, akankah presiden bertindak ceroboh dalam memilih Dewas KPK? Mungkinkah beliau menemukan orang suci atau manusia setengah dewa tersebut? Dan ternyata presiden tetap memilih manusia biasa, yang pasti tidak luput dari kekurangan. Namun beliau berupaya agar yang dipilih manusia minim masalah dan konsisten pada sikap. Maka terpilihlah kelima orang tadi.

Seolah ingin menepis keraguan publik akan keseriusannya memberantas korupsi, presiden kemudian memilih 5 (lima) orang yang jelas diakui rekam jejak dan kapasitasnya. Kelimanya ternyata "monster mengerikan" di mata para koruptor dan calon-calon koruptor. Mayoritas berlatar belakang penegak hukum, hakim, mantan "orang dalam" KPK, dan intelektual.

Sila jelajah beragam media untuk melihat rekam jejak 5 (lima) Dewas KPK. Adakah di antara mereka yang enggan mati dan takut menghadapi koruptor? Ambil salah satu, Artidjo. Semua orang tahu, mantan hakim ini tidak main-main ketika menjatuhkan sanksi kepada oknum yang terbukti korupsi. Di tangannya, berat dan masa hukuman bisa lebih tinggi.

Jadi keraguan masyarakat bahwa Dewas KPK akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi kiranya terbantahkan. Potensi menghambat tugas dan kinerja komisioner KPK juga tampak sirna. Justru kehadiran mereka memperkuat posisi dan kewenangan (pimpinan dan pegawai) KPK, karena akan jadi mentor terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun