Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sebaiknya Erick Tunjuk Jonan Jadi Dirut Garuda, Ini Alasannya

8 Desember 2019   16:42 Diperbarui: 8 Desember 2019   16:53 2095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti diketahui publik, PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk belakangan disorot tajam gara-gara kasus penyelundupan satu unit sepeda motor Harley Davidson dan dua unit sepeda Brompton, yang diduga kuat dilakukan oleh Direktur Utama Garuda, Ari Askhara bersama beberapa oknum lain.

Dua jenis kendaraan itu diangkut gratis dari Toulouse, Perancis pada 16 November 2019 dan tiba di Tangerang, Indonesia pada 17 November 2019 menggunakan pesawat baru Garuda A300-900 Neo. Lebih lanjut, sila baca (klik angka): [1], [2], [3], & [4].

Atas kasus tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir berang dan kemudian mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Ari Askhara dan 4 (orang) jajaran direksi lain yang disebut ikut membantu aksi penyelundupan.

Opsi menyeret para pelaku ke meja hijau pun dibuka lebar oleh Erick, sebab pihak Kementerian Keuangan mengaku negara mengalami kerugian mencapai Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar.

Supaya tidak mengganggu operasional perusahaan, Erick telah menunjuk Fuad Rizal (Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko) sebagai pelaksana tugas (Plt) direktur utama hingga pejabat definitif (direktur utama baru) ditetapkan pada Januari 2020.

Artinya nama-nama calon terbaik pengganti Ari Askhara dan 4 (empat) orang direktur lain Garuda tengah digodok oleh Erick dan Tim Penilai Akhir (TPA) yang berada di bawah arahan Presiden Joko Widodo.

Hal yang paling penting diperhatikan oleh Erick adalah bahwa "penyakit" Garuda bukan cuma kasus Ari Askhara, soal penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, tetapi juga mengenai perbaikan keuangan perusahaan yang sepanjang 4 (empat) tahun terakhir diterpa defisit alias rugi.

Garuda tercatat memiliki riwayat kerugian 'terbaik', antara lain pada 2014 sebesar Rp 4,8 triliun, pada 2017 sebesar Rp 2,88 triliun, dan pada 2018 (yang sempat 'dipoles' seolah untung) sebesar Rp 2,45 triliun. Inilah penyakit terparah Garuda, kerugian keuangan. Semoga saja di tahun ini tidak tercatatkan hal serupa.

Maka dari itu, Erick mestinya punya banyak pertimbangan ketika hendak memilih pimpinan baru Garuda. Erick harus fokus saja pada perombakan direksi, sementara komisaris menyusul. Yang dibutuhkan Garuda sekarang pemimpin, bukan pengawas.

Pemimpin yang bekerja secara profesional dan sesuai koridor yang berlaku, sesungguhnya tidak perlu diawasi terlalu ketat. Pemimpin yang baik tidak butuh "cambukan", baru mau taat dan disiplin.

Lalu siapakah sosok yang tidak butuh "cambukan" itu? Tentunya orang berpengalaman dan dapat dipercaya (berintegritas), yang sangat mungkin ditemukan di internal maupun eksternal Garuda.

Erick juga tidak harus mengikuti tradisi lama, bahwa biasanya yang dipilih jadi pimpinan pucuk adalah mereka yang sudah lama bekerja di Garuda. Bukan pula curiga sosok dari internal Garuda telah terinfeksi "wabah" yang "menulari" Ari Askhara.

Maksudnya, tidak salah bila Erick mencoba memilih sosok dari eksternal Garuda namun mahir mengelola keuangan, paham bisnis transportasi publik, serta menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.

Pertanyaannya, siapakah kira-kira nama eksternal itu yang pantas menjadi Direktur Utama Garuda? Barangkali tengah atau mungkin belum digodok Erick dan TPA, akan tetapi menurut penulis yang paling cocok adalah Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Andaikan Jonan setuju dan publik pun demikian, dengan pertimbangan bahwa mengabdi kepada negara tidak memandang posisi tinggi-rendahnya sebuah jabatan (misalnya turun level, jadi anak buah, dan sebagainya), melainkan manfaat yang dihasilkan dari pengabdian itu, berikut alasan penulis menganggap Jonan pantas memimpin Garuda:

Pertama, hampir tidak ada yang meragukan kemampuan Jonan dalam memimpin. Berkat kepiawaiannya, Jonan sampai dua kali diangkat menjadi menteri oleh Presiden Joko Widodo, yaitu sebagai Menteri Perhubungan (2014-2016) dan Menteri ESDM (2016-2019).

Kedua, selain di pemerintahan, Jonan berpengalaman mengelola bisnis negara yang bergerak di bidang angkutan publik, yakni sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dari 2009-2014.

"Penyakit" Garuda mirip dengan yang diderita KAI zaman sebelum Jonan, kerugian keuangan yang luar biasa. Belum lagi manajemen perusahaan yang super bobrok dan fasilitas kereta yang amat buruk.

Alhasil, KAI di tangan Jonan membaik. Di antaranya tidak ada lagi percaloan tiket, kuantitas serta kualitas sarana dan fasilitas stasiun kereta meningkat, disiplin kerja diperketat, pengguna kereta semakin bertambah dan akhirnya perusahaan mencatatkan laba (bukan manipulasi).

Khusus perbaikan keuangan, Jonan sukses membalikkan kerugian Rp 83,5 miliar pada 2008 menjadi keuntungan Rp 154,8 miliar pada 2009. Pada 2013, laba tercatat sebesar Rp 560,4 miliar. Jonan juga melipatgandakan aset KAI dari Rp 5,7 triliun pada 2008 menjadi Rp 15,2 triliun pada 2013, atau terjadi peningkatan mendekati tiga kali lipat.

Ketiga, sebagai mantan Menteri Perhubungan, Jonan pastinya tahu hal-hal yang perlu dibenahi di Garuda, permainan apa saja yang berlangsung di dalamnya, dan kendala-kendala yang dihadapi, sehingga misi mempertahankan Garuda menjadi maskapai kebanggaan Indonesia dan dunia tercapai.

Keempat, andaikata Erick turut mempertimbangkan riwayat pendidikan di bidang keuangan atau pengalaman lain, bukankah Jonan seorang (mantan) bankir yang tidak kalah hebat dengan Ari Askhara dan Fuad Rizal?

Sebelum jadi Direktur Utama PT KAI dan dua kali menjabat menteri, Jonan pernah jadi Direktur Citibank (1999-2001), Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha (2001-2006), dan Managing Director Citibank (2006-2009).

Barangkali masih ada beberapa alasan lain, sila pembaca tambahkan bila sepakat atas usulan penulis. Sekali lagi ini semacam usulan, pertimbangan dan keputusan berada di tangan Erick. 

***

[1] [2]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun