Erick juga tidak harus mengikuti tradisi lama, bahwa biasanya yang dipilih jadi pimpinan pucuk adalah mereka yang sudah lama bekerja di Garuda. Bukan pula curiga sosok dari internal Garuda telah terinfeksi "wabah" yang "menulari" Ari Askhara.
Maksudnya, tidak salah bila Erick mencoba memilih sosok dari eksternal Garuda namun mahir mengelola keuangan, paham bisnis transportasi publik, serta menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.
Pertanyaannya, siapakah kira-kira nama eksternal itu yang pantas menjadi Direktur Utama Garuda? Barangkali tengah atau mungkin belum digodok Erick dan TPA, akan tetapi menurut penulis yang paling cocok adalah Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Andaikan Jonan setuju dan publik pun demikian, dengan pertimbangan bahwa mengabdi kepada negara tidak memandang posisi tinggi-rendahnya sebuah jabatan (misalnya turun level, jadi anak buah, dan sebagainya), melainkan manfaat yang dihasilkan dari pengabdian itu, berikut alasan penulis menganggap Jonan pantas memimpin Garuda:
Pertama, hampir tidak ada yang meragukan kemampuan Jonan dalam memimpin. Berkat kepiawaiannya, Jonan sampai dua kali diangkat menjadi menteri oleh Presiden Joko Widodo, yaitu sebagai Menteri Perhubungan (2014-2016) dan Menteri ESDM (2016-2019).
Kedua, selain di pemerintahan, Jonan berpengalaman mengelola bisnis negara yang bergerak di bidang angkutan publik, yakni sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dari 2009-2014.
"Penyakit" Garuda mirip dengan yang diderita KAI zaman sebelum Jonan, kerugian keuangan yang luar biasa. Belum lagi manajemen perusahaan yang super bobrok dan fasilitas kereta yang amat buruk.
Alhasil, KAI di tangan Jonan membaik. Di antaranya tidak ada lagi percaloan tiket, kuantitas serta kualitas sarana dan fasilitas stasiun kereta meningkat, disiplin kerja diperketat, pengguna kereta semakin bertambah dan akhirnya perusahaan mencatatkan laba (bukan manipulasi).
Khusus perbaikan keuangan, Jonan sukses membalikkan kerugian Rp 83,5 miliar pada 2008 menjadi keuntungan Rp 154,8 miliar pada 2009. Pada 2013, laba tercatat sebesar Rp 560,4 miliar. Jonan juga melipatgandakan aset KAI dari Rp 5,7 triliun pada 2008 menjadi Rp 15,2 triliun pada 2013, atau terjadi peningkatan mendekati tiga kali lipat.
Ketiga, sebagai mantan Menteri Perhubungan, Jonan pastinya tahu hal-hal yang perlu dibenahi di Garuda, permainan apa saja yang berlangsung di dalamnya, dan kendala-kendala yang dihadapi, sehingga misi mempertahankan Garuda menjadi maskapai kebanggaan Indonesia dan dunia tercapai.
Keempat, andaikata Erick turut mempertimbangkan riwayat pendidikan di bidang keuangan atau pengalaman lain, bukankah Jonan seorang (mantan) bankir yang tidak kalah hebat dengan Ari Askhara dan Fuad Rizal?