Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kalau Bukan Ahok, Lalu Siapa?

15 November 2019   08:18 Diperbarui: 15 November 2019   08:16 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal fakta bahwa Ahok merupakan mantan narapidana (napi) kasus penodaan agama, Erick menyerahkannya kepada ahli hukum. Yang artinya di struktur keanggotaan TPA pasti ada ahli hukum, entah bidang pidana, korporasi, dan sebagainya. Para anggota TPA memutuskan.

Ahok dipanggil oleh Erick dan Luhut menyebut "sektor energi", muncullah beragam spekulasi dan penilaian liar. Spekulasinya, Ahok "diramal" jadi salah satu "bos" di antara dua perusahaan, yakni Pertamina dan PLN. Kemudian, antara komisaris utama atau direktur utama.

Menyangkut spekulasi, wajar saja. Kalau betul di sektor energi, maka memang cuma Pertamina dan PLN. Dan posisi bergengsi di sebuah perusahaan juga cuma dua, komisaris utama dan direktur utama.

Selanjutnya tentang penilaian liar. Disebut liar karena terdengar mengada-ada. Ada pihak yang menilai Ahok tidak pantas diberi jabatan di BUMN karena mantan napi, kader parpol, temperamen, dan sejenisnya.

Urusan layak tidaknya Ahok dari segi penilaian hukum mestinya dipercayakan kepada TPA. Para anggota TPA sangat tidak mungkin gegabah mengambil keputusan. Jika akhirnya dinyatakan tidak masalah, TPA yang bertanggungjawab untuk itu.

Bagaimana dengan status Ahok di parpol? Ya, biarkan dia yang memutuskan, mau keluar dari parpol atau tidak. Dan yakinlah dia tahu semua aturan yang berlaku di BUMN. Sebagai seorang pengusaha, dia paham regulasi korporasi.

Lalu soal Ahok temperamental, rasanya pihak yang mempersoalkan itu memandang Ahok "seonggok daging", mustahil menakar sikap dan tutur kata. Biarlah Ahok yang mengendalikan dirinya sendiri. Kapan mau marah dan kapan pula tersenyum.

Ringkasnya, alasan penolakan terhadap Ahok sebenarnya bukan karena dia tidak kompeten. Mungkin saja Ahok dianggap sebagai 'ancaman' yang menyebabkan kegelisahan.

Baiklah kalau bukan Ahok, lalu siapa yang lebih pantas? Anda? Saya? Mereka? Mestinya disebutkan sosok lain yang lebih baik. Menolak seseorang tanpa alasan dan solusi jelas, itu namanya sirik.

Sekali lagi, biarlah TPA yang menilai, Ahok layak atau tidak. Mari tunggu hasilnya di awal Desember.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun