Kemarin, Sabtu, 9 November 2019, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkap bahwa Presiden Joko Widodo berencana akan menambah 6 (enam) jabatan wakil menteri (wamen) di beberapa kementerian. Hal itu disampaikan Moeldoko di acara Rapimnas HKTI yang berlokasi di Hotel Discovery Ancol, Jakarta Utara.
"Ada enam lagi, rencana sih. Rencana. Tapi saya belum bisa pastikan. Untuk itu, untuk wamen sedang dicari sih. Tunggu saja, saya juga nggak hafal," ungkap Moeldoko.
Betulkah Presiden Jokowi bakal menambah lagi jabatan wamen? Tampaknya seperti itu, hampir pasti. Apalagi yang mengungkapkannya adalah Moeldoko yang sehari-hari berkegiatan di lingkungan istana. Tentu sebagian besar agenda dan rencana presiden diketahuinya.
Sebagai bukti bahwa yang disampaikan Moeldoko bukan rumor atau asal melempar isu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rahman turut memberi keterangan.
"(Untuk) keperluan penajaman prioritas. Wakil menteri itu untuk tugas khusus, seperti Pak Surya Tjandra Wamen Agraria, yang khusus menangani konflik agraria. Kemudian Wamen BUMN menangani pembiayaan, Wamen Pertahanan untuk industrialisasi pertahanan. Jadi ada kekhususan dan prioritas tugas," jelas Fadjroel (9/11).
Sama dengan Moeldoko, Fadjroel juga mengaku belum tahu pos kementerian mana saja yang akan diisi oleh para wamen baru tersebut. Namun sekadar informasi, sebenarnya ada dua kementerian yang kemungkinan besar mendapat wamen, karena Perpres-nya sudah terbit, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset dan Teknologi.
Menanggapi pernyataan Moeldoko dan Fadjroel, beberapa pihak melayangkan kritik, misalnya datang dari peneliti senior LIPI Siti Zuhro dan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
Situ Zuhro mengatakan, penambahan wamen lagi berpotensi mengganggu birokrasi dan memboroskan anggaran, apalagi cuma demi mengakomodasi kepentingan politik.Â
"Dengan penambahan wamen yang sangat banyak, tentunya akan berpengaruh terhadap kelincahan birokrasi. Apalagi kalau rekrutmen itu didasarkan atas kepentingan politik akomodasi belaka. Ini akan mengganggu kinerja birokrasi. Pastinya (juga) berpengharuh terhadap anggaran karena wamen pejabat yang satu poin di bawah menteri. Fasilitas yang diterima juga tak jauh dari yang diterima menteri," ujar Siti (9/11).
Mirip dengan yang disampaikan Siti, Mardani menilai penambahan wamen bakal menghambat kerja Presiden Jokowi lima tahun ke depan serta membengkakkan anggaran.
"Langkah ini justru dapat membuat niat kerja, kerja dan kerja Pak Jokowi jadi terhambat masalah koordinasi. Saya jadi bertanya, apa maksud Pak Presiden? Rakyat berhak tahu. Rakyat berhak menilai apa ini tidak bertabrakan dengan niat merampingkan birokrasi. Belum lagi pos anggaran yang dikeluarkan," kata Mardani (9/11).
Mengapa Presiden Jokowi menambah lagi jumlah wamen, bukankah seharusnya struktur kabinet sudah final usai pelantikan 12 wamen pada 25 Oktober lalu? Pihak mana lagi yang akan diakomodasi dan alasannya apa? Bagaimana dengan potensi pembengkakan anggaran?
Ketiga pertanyaan di atas sesungguhnya yang paling tahu jawabannya adalah Presiden Jokowi. Bahwa mungkin rencana penambahan wamen atas usulan orang-orang di sekelilingnya, namun yang jelas beliau yang memberi keputusan akhir karena berstatus sebagai pemegang hak prerogatif.
Akan tetapi, barangkali tidak salah jika tulisan ini sedikit menebak kira-kira apa yang ada di benak Presiden Jokowi sehingga beliau merasa perlu menghadirkan 6 (enam) wamen lagi.
Pertama, apa yang disampaikan Siti (peneliti LIPI) tadi ada benarnya, salah satu alasan Presiden mengangkat lagi wamen baru yakni untuk mengakomodir kepentingan politik, dalam hal ini partai politik (parpol). Orang luar selain Siti pasti memberikan penilaian yang sama.
Parpol mana yang ingin diakomodir, tentunya yang pernah "berdarah-darah" berjuang memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019. Masih terdapat 3 (tiga) parpol lagi yang belum masuk kabinet, antara lain Partai Hanura, PKPI dan PBB.
Makanya pada sebuah kesempatan, setelah Presiden Jokowi melantik jajaran menteri, pejabat setingkatnya dan wamen, beliau menyampaikan permohonan maaf kepada beberapa parpol pendukungnya yang tidak terakomodir.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat menghadiri acara Musyawarah X Pemuda Pancasila pada Sabtu, 26 Oktober 2019 di Jakarta. Beliau mengaku kesulitan memilih 300 nama yang masuk. Di acara tersebut hadir pula Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO).
"Mungkin sebagian yang hadir ada yang kecewa. Mohon maaf tak bisa mengakomodasi semuanya. Karena ruangnya hanya 34 (kementerian). Oleh sebab itu saya sadar mungkin yang senang dan gembira karena terwakili di kabinet itu hanya 34 orang yang dilantik. Yang kecewa berarti lebih dari 266 orang. Artinya yang kecewa pasti lebih banyak dari yang senang," tutur Presiden Jokowi.
Permohonan maaf Presiden Jokowi tentu akhirnya berlanjut ke diskusi, langkah apa yang mesti diambil supaya ketiga parpol tadi tidak "ngambek" atau kecewa terus-menerus.
Baca: Hanura, PKPI dan PBB Tidak Masuk Kabinet, Jangan Khawatir!
Mengherankan memang, kok Presiden Jokowi seolah mengabaikan parpol pendukungnya, sementara Partai Gerindra yang notabene rival lebih diproritaskan. Jatah yang diberikan dua menteri pula.
Menurut penulis, di situlah kesulitan Presiden Jokowi, cukup banyak pihak yang "wajib" diambil hatinya. Gerindra sebenarnya tidak berhak, namun perjuangan "berdarah-darah" mereka ketika melawan Jokowi-Ma'ruf Amin juga agaknya turut dipertimbangkan.
Presiden Jokowi berusaha merangkul semua kelompok (parpol dan golongan), walaupun akhirnya tetap ada parpol yang 'dibiarkan' jadi oposisi, yakni Partai Demokrat, PKS dan PAN. Khusus Demokrat, barangkali masih ada peluang masuk kabinet, cuma Presiden Jokowi yang tahu tentang itu.
Karena berada di posisi sulit di mana harus merangkul banyak pihak, sementara kursi kabinet terutama untuk jabatan menteri terbatas, maka langkah yang diambil Presiden Jokowi adalah 'mengesampingkan sementara' kepentingan Partai Hanura, PKPI dan PBB.
Artinya apa? Presiden Jokowi tetap tidak ingin ketiga parpol tersebut 'terlantar'. Itu semua bagian dari 'desain cantik' yang sangat terencana dan sempurna.
Kedua, mengakomodasi kepentingan parpol pendukung bukan satu-satunya alasan Presiden Jokowi mengangkat lagi wamen baru. Alasan lainnya adalah karena memang dibutuhkan.
Di atas tadi Fadjroel menyebutkan, setidaknya dua (dua) kementerian yang telah ditandangani Perpres tentang akan adanya wamen, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset dan Tekonologi. Mengapa dua kementerian itu disebut butuh, barangkali pertimbangannya faktor beban kerja.
Ambil contoh Nadiem Makarim yang menjabat sebagai Menteri Kemendikbud. Beliau berpendidikan dan berpengalaman mumpuni. Namun untuk soal pengalaman, tanggungjawab yang sedang diembannya sesuatu hal yang baru. Oleh karena itu, rasanya beliau perlu diberi pendamping.
Ketiga, soal kemungkinan terjadinya pembengkakan anggaran, tentu Presiden Jokowi sudah memperhitungkannya secara matang, mendiskusikannya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani serta para menteri yang akan diberi wamen.
Itulah 3 (tiga) poin yang menurut penulis merupakan dasar pertimbangan Presiden Jokowi ketika berencana mengangkat wamen baru. Lalu, bukankah disebutkan Moeldoko ada 6 (enam) orang? Yang 4 (empat) lagi di kementerian apa?
Kementerian mana yang akan diberi wamen, hanya Presiden Jokowi yang tahu. Tapi ini hanya prediksi. Empat kementerian lainnya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Ketenagakerjaan. Alasannya sama, faktor beban kerja. Sekali lagi, nama keempat kementerian sebatas prediksi.
Selanjutnya, apakah 6 (enam) kursi wamen bakal seluruhnya dipercayakan kepada para kader parpol pendukung (dan Demokrat) atau sebagian ke tangan profesional non parpol?
Semua keputusan Presiden Jokowi. Tapi agaknya tidak mungkin seluruhnya diserahkan kepada kader parpol, nanti kelihatan sekali nuansa politisnya. Ya, barangkali 4 dari parpol dan 2 dari profesional non parpol.
Sekian. Terima kasih.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H