Terkadang ada produk buku yang sebenarnya kurang berkualitas atau tidak cocok dipakai tetapi konsisten dibeli oleh sekolah. Mengapa? Karena ada "kontrak abadi". Di balik kontrak itu ada diskon atau uang kerohiman bagi panitia pengadaan buku. Saya tidak nyaman dengan itu.
Maka, saya tidak pernah mau mengikat kontrak kerjasama abadi dengan toko atau penerbit mana pun. Kalau barang atau bukunya bagus, kerjasama dapat berlanjut. Namun jika sebaliknya, kerjasama berakhir. Saya minta bendahara, wakil kepala sekolah dan para guru mencari rekanan baru.
Saya akhiri kisah pengalaman saya. Saya hanya mau mengatakan bahwa, dengan ada sistem (baku) saja, permainan anggaran tetap ada. Apalagi tanpa sistem, penyusunan anggaran bisa dilakukan secara liar.
Semoga Pemprov DKI Jakarta segera membenahi anggarannya untuk tahun 2020, supaya uang yang dialokasikan tidak terbuang sia-sia. Kasihan masyarakat yang terbebani membayar kontribusi (berupa pajak).
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H