Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah selesai melantik sebanyak 50 anggota kabinet pemerintahan untuk periode 2019-2024, yang terdiri dari 34 menteri dan 4 pejabat setingkatnya (Jaksa Agung, Kepala BKPM, Kepala Kantor Staf Presiden, dan Sekretaris Kabinet), serta 12 wakil menteri.Â
Pelantikan menteri dan pejabat setingkatnya dilakukan pada Rabu, 23 Oktober 2019, sementara pelantikan wakil menteri dilaksanakan pada Jumat, 25 Oktober 2019.
Dari 50 anggota kabinet yang dilantik, sebanyak 21 orang berasal dari partai politik (parpol) dan 29 orang lainnya berasal dari kalangan profesional non parpol, pensiunan TNI/ POLRI dan relawan atau tim sukses. Khusus mereka yang berasal dari parpol, rinciannya sebagai berikut:
Sebanyak 5 orang dari PDIP (Juliari Batubara/Â Menteri Sosial, Yasonna H. Laoly/Â Menteri Hukum dan HAM, Tjahjo Kumolo/Â Menteri PAN dan RB, Pramono Anung/Â Sekretaris Kabinet, dan John Wempi Wetipo/Â Wakil Menteri PUPR).
Kemudian 4 orang dari Partai Golkar (Airlangga Hartarto/Â Menko Bidang Perekonomian, Zainudin Amali/Â Menteri Pemuda dan Olahraga, Agus Gumiwang Kartasasmita/Â Menteri Perindustrian, dan Jerry Sambuaga/Â Wakil Menteri Perdagangan).
Seterusnya 3 orang dari Partai NasDem (Syahrul Yasin Limpo/Â Menteri Pertanian, Johnny G. Plate/Â Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Siti Nurbaya Bakar/Â Menteri LHK), 3 orang dari PKB (Ida Fauziyah/Â Menteri Ketenagakerjaan, Abdul Halim Iskandar/Â Menteri Desa PDTT, dan Agus Suparmanto/Â Menteri Perdagangan).
Lalu 2 orang dari Partai Gerindra (Prabowo Subianto/ Menteri Pertahanan dan Edhy Prabowo/ Menteri Kelautan dan Perikanan), 2 orang dari PPP (Suharso Monoarfa/ Menteri PPN-Kepala Bappenas, dan Zainut Tauhid/ Wakil Menteri Agama), 1 orang dari PSI (Surya Tjandra/ Wakil Menteri ATR-BPN), dan 1 orang dari Partai Perindo (Angela Herliani Tanoesoedibjo/ Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif).
Melihat komposisi menteri yang berasal dari parpol di atas, berarti total ada 8 parpol yang masuk kabinet, di mana 7 parpol pendukung pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin dan 1 parpol lagi bukan pendukung (Gerindra).
Jika ditanya mengapa Gerindra masuk kabinet, tentu yang paling tahu adalah Jokowi sebagai pemegang hak prerogatif dan Prabowo (mewakili Gerindra).
Namun pertanyaan berikutnya adalah, mengapa tidak semua parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin diakomodir untuk masuk kabinet? Bukankah masih ada 3 parpol lagi yang belum masuk yakni Partai Hanura, PKPI dan PBB?
Mungkin belum bertemu dengan 3 pimpinan parpol tersebut untuk membesarkan hati mereka, namun hari ini (Sabtu, 26 Oktober 2019), di hadapan para peserta Musyawarah Besar X Pemuda Pancasila di Jakarta, Jokowi mengungkapkan permintaan maaf karena tidak mengakomodir semua parpol pendukungnya.
"Mungkin sebagian yang hadir ada yang kecewa. Mohon maaf tak bisa mengakomodasi semuanya. Karena ruangnya hanya 34 (kementerian)," ungkap Jokowi.
Di acara yang turut dihadiri oleh Oesman Sapta Odang (OSO) yang merupakan Ketua Umum Partai Hanura itu, Jokowi menjelaskan bahwa dirinya cukup kesulitan menyeleksi sebanyak 300 nama dari berbagai kelompok dan latar belakang yang diusulkan masuk kabinet.
"Oleh sebab itu, saya sadar mungkin yang senang dan gembira karena terwakili di kabinet itu hanya 34 orang yang dilantik. Yang kecewa berarti lebih dari 266 orang. Artinya yang kecewa pasti lebih banyak dari yang senang," jelas Jokowi.
Entah kemudian ada pembicaraan lebih lanjut bersama OSO usai acara, yang jelas memang Jokowi mestinya ikut memikirkan nasib dari 3 parpol pendukungnya. Mengapa Gerindra yang notabene tidak ikut "berdarah-darah" justru diakomodir di kabinet?
Betul bahwa posisi menteri hanya tersedia 34 kursi, lalu bagaimana dengan kursi wakil menteri, bukankah ada potensi 3 parpol tersebut masuk? Mengapa justru PDIP dan Golkar yang ditambah kursinya?
Apa pun alasan dan pertimbangan Jokowi, rasanya beliau tidak mungkin membiarkan 3 parpol pendukungnya terabaikan. Diakui atau tidak, penyusunan kabinet kali ini lebih bersifat akomodatif.
Barangkali dengan belum masuk kabinet, ada kemungkinan kader-kader terbaik 3 parpol pendukung diberi jabatan tertentu yang setara dengan menteri atau wakil menteri. Misalnya jabatan prestisius di BUMN (komisaris), promosi duta besar (dubes), dan sebagainya.
Jadi, Hanura, PKPI dan PBB tidak perlu khawatir apalagi gusar. Tunggu saja panggilan "mendadak" terbaru dari Jokowi dan para pejabat di istana. Percayalah, semua pihak yang "berdarah-darah" pasti menikmati hasil jerih payah tepat pada waktunya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H