Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Suami Jabat Bupati dan Istri Jabat Ketua DPRD, Konflik Kepentingan Sulit Terhindarkan

12 Oktober 2019   13:52 Diperbarui: 12 Oktober 2019   13:54 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya Encek UR Firgasih Ketua DPRD Kutim | KOMPAS.com

Bagaimana mungkin ada proses check and balances antara kepala daerah dan pimpinan wakil rakyat di rumah itu? Adakah mereka tiap hari sama-sama akan selalu berdebat mempersoalkan kepentingan rakyat dan daerahnya?

Bagaimana pula seorang istri di rumah merangkap "pengkritik keras" kebijakan sang suami? Bukankah pada akhirnya keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada hasil "mufakat keluarga"? Inilah yang dimaksud dengan konflik kepentingan!

Sekadar menambahkan, peristiwa "tidak biasa" di atas bukan hanya berlangsung di Kabupaten Kutai Timur, tetapi juga Kota Bontang. Faktanya adalah ternyata seorang ibu dan seorang anak sama-sama mendapat posisi penting di kota tersebut.

Neni Moerniaeni (ibu) menjabat sebagai Wali Kota, sementara Andi Faisal (anak) menjabat sebagai Ketua DPRD. Informasi lainnya, Wali Kota Bontang sebelumnya dijabat oleh Sofyan Hasdam, suami Neni dan ayah Andi.

Neni Moerniaeni/ isteri (Wali Kota Bontang), Sofyan Hasdam/ suami (Mantan Wali Kota Bontang) dan Andi Faisal/ anak (Ketua DPRD Kota Bontang) | tribunnews.com
Neni Moerniaeni/ isteri (Wali Kota Bontang), Sofyan Hasdam/ suami (Mantan Wali Kota Bontang) dan Andi Faisal/ anak (Ketua DPRD Kota Bontang) | tribunnews.com

Pertanyaannya mirip dengan peristiwa di Kabupaten Kutai Timur, bagaimana mungkin seorang anak nyaman berlaku sebagai pimpinan "pengkritik" atau penyeimbang kebijakan sang ibu?

Sila tambahkan pertanyaan-pertanyaan berikutnya bila masih ada. Yang jelas, peristiwa di Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sulit diterima secara logika (dan etika). Semoga kepemimpinan di negeri ini tidak "terpasung" dalam pola dinasti.

***

Pustaka: KOMPAS.com [1, 2, 3, 4] dan Tribunnews.com [5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun