Salah satu lembaga negara yang anggotanya turut dilantik pada Selasa, 1 Oktober 2019 adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Jumlah anggota DPD yang dilantik sebanyak 136 orang, yakni terdiri dari 4 orang perwakilan masing-masing provinsi.
Selain pelantikan anggota, pemilihan pimpinan DPD juga dilakukan pada hari yang sama. Anggota DPD yang terpilih merangkap pimpinan antara lain, La Nyalla Mattalitti (ketua), Sultan Bachtiar (wakil ketua), Mahyudin (wakil ketua), dan Nono Sampono (wakil ketua).
Bersama 575 orang anggota DPR RI, 136 anggota DPD yang kerap disebut senator tadi otomatis juga masuk dalam himpunan keanggotaan MPR RI, yang akan mengemban amanah mewakili suara rakyat dan daerah selama lima tahun ke depan (2019-2024).
Keberadaan DPD yang dibentuk sesuai perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada November 2001 telah mengubah sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia, dari unikameral menjadi bikameral.
Artinya lembaga legislatif yang sebelumnya hanya DPR menjadi bertambah karena kehadiran DPD. Pemilihan perdana keanggotaan DPD dimulai pada Pemilu 2004 silam. Dan boleh dikatakan DPD adalah salah satu produk reformasi.
Jika dikalkulasi, jumlah anggota DPD per periode sebagai berikut: 128 orang (periode 2004-2009), 132 orang (periode 2009-2014), 132 orang (periode 2014-2019), 136 orang (periode 2019-2024).
Berdasarkan pasal 22 butir D UUD 1945 dan Tata Tertib DPD RI, fungsi DPD RI menyangkut legislasi (legislating), pengawasan (controlling), dan penganggaran (budgeting).Â
Sementara tugas dan wewenangnya adalah pengajuan usul rancangan undang-undang (RUU), pembahasan RUU, pertimbangan atas RUU dan pemilihan anggota BPK, serta pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang (UU).
Melihat fungsinya, tergambar DPD tidak jauh beda dengan DPR. Spesifikasi tugas dan wewenang DPD terkait hal menyerap, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah atau provinsi yang diwakili kiranya dapat juga dianggap tumpang tindih dengan tugas dan wewenang DPR.
Baiklah bahwa baik DPD maupun DPR sama-sama saling melengkapi, namun pertanyaannya adalah bukankah tugas menyerap aspirasi masyarakat selama ini lebih banyak diambil alih oleh DPR?
Menyangkut tugasnya mengusulkan rancangan undang-undang (RUU), betulkah para anggota DPD mendapat tempat terhormat di parlemen untuk ikut bersuara lantang? Bukankah DPD tidak berhak memutuskan penetapan RUU menjadi undang-undang (UU)?