Masa bakti 560 anggota DPR RI periode 2014-2019 dinyatakan berakhir pada Senin, 30 September 2019 setelah ditutup dengan sidang paripurna terakhir, meski tengah ada aksi unjuk rasa massa yang menolak pengesahan sejumlah revisi undang-undang (UU).
Berakhir bukan berarti semua tugas-tugas selesai, masih banyak pekerjaan rumah tersisa yang terpaksa diwariskan kepada para wakil rakyat masa bakti 2019-2024. Misalnya tadi pembahasan ulang revisi UU, apakah dibatalkan atau diteruskan untuk disahkan, dan sebagainya.
Selanjutnya, terkait janji politik (kampanye), tampaknya jika masing-masing wakil rakyat paripurna itu ditanya sudah sejauh mana mereka berhasil merealisasikannya, mayoritas pasti mengaku belum tercapai sesuai harapan.
Tapi bagaimana lagi, tidak mungkin rakyat yang diberi janji terus menagih atau menuntut supaya direalisasikan semuanya. Masa bakti sudah berakhir, wakil rakyat yang akan duduk kembali di parlemen sebagian wajah lama dan sebagian lagi wajah baru.
Barangkali tuntutan pemenuhan janji bisa diingatkan ulang kepada wakil rakyat wajah lama yang terpilih di periode mendatang. Sementara yang berwajah baru mestinya dalam waktu cepat bisa beradaptasi sehingga segera menunaikan janji-janji kampanyenya satu per satu.
Sudah merasa puas atau masih menyimpan kekesalan, seperti apa pun kelemahan dan kelebihan dari performa para wakil rakyat paripurna, rakyat wajib memberi apresiasi. Sebuah kewajiban karena rakyat telah mengikat wakilnya selama lima tahun untuk bekerja.
Terlepas dari penilaian kinerja, satu hal yang patut diapresiasi terhadap para wakil rakyat adalah kesetiaan mereka mengemban amanah. Mayoritas dari mereka tetap bertahan hingga akhir masa jabatan.
Kalau ada yang terpaksa berhenti di tengah jalan, bukan tanpa sebab, bisa karena tersandung masalah hukum semisal kasus korupsi, dan bisa pula karena meninggal dunia. Hal lain yang mesti diapresiasi, sila cari dan lengkapi sendiri.
Sekali lagi, para wakil rakyat paripurna harus diapresiasi. Bahkan negara pun turut mengapresiasi, dalam bentuk pemberian tunjangan hari tua (THT) dan uang pensiun bulanan.
Khusus uang pensiun memang jadi bahan pertanyaan, para wakil rakyat itu sejatinya bukan birokrat, pegawai tetap atau aparatur sipil negara (ASN), bagaimana mungkin mereka mendapat gelar "pensiunan" padahal kontrak kerja cuma lima tahun.
Namun rasanya tidak perlu mempersoalkan hal itu, mungkin sudah ada aturan khusus yang mengaturnya. Yang penting adalah, "pensiunan" wakil rakyat tadi tetap berkontribusi bagi bangsa meski tidak lagi menjabat.