Undang-Undang KPK terbaru (revisi UU Nomor 30 Tahun 2002) telah disahkan oleh pemerintah dan DPR beberapa hari yang lalu. Meskipun UU tersebut hingga kini masih jadi polemik, bukan berarti terhambat untuk diterapkan.
Sepanjang belum ada keputusan Mahkamah Konstitusi dari hasil judicial review yang berakibat pada pengoreksian kembali UU, maka penerapan UU yang dimaksud tetap berjalan.
Dari sekian banyak poin yang direvisi, satu di antaranya mengenai syarat pengangkatan (pelantikan) komisioner atau pimpinan KPK seperti yang terdapat dalam pasal 29.
Pada UU lama (yang belum direvisi), tidak ada syarat batas usia para komisioner atau pimpinan KPK, sementara di UU baru (hasil revisi) ada yaitu berusia minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun. Hal itu tercantum pada pasal 29 butir e.
Untuk diketahui, di pasal 29 butir e inilah ditemukan kekeliruan. Entah salah ketik karena terburu-buru, lalai terbaca dengan cermat atau disebabkan faktor lain, pada pasal itu tertulis usia minimal komisioner atau pimpinan KPK yakni 50 tahun, sedangkan keterangannya tertulis "empat puluh tahun" (dalam kurung).
Terkait mana yang benar, angka atau keterangan, belum ada konfirmasi jelas dari pihak pemerintah maupun DPR. Terdapat kekeliruan tapi sudah disahkan, UU tetap berjalan dengan segala kekurangannya.
Menurut hemat penulis, tidak mungkin pemerintah dan DPR otomatis langsung mengubahnya untuk diluruskan. Koreksi terhadap kekeliruan akan turut menjadi bagian dari judicial review.
Lalu siapakah komisioner atau pimpinan KPK terpilih untuk periode 2019-2023 yang terancam gagal dilantik gara-gara kekeliruan tadi?
Dia adalah Dr. Nurul Ghufron, SH, MH, yang saat ini masih menjabat sebagai dosen sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember. Dia lahir di Sumenep pada 22 September 1974, yang artinya masih berusia 45 tahun.
"Jadi kalau menggunakan perspektif hukum, dia enggak bisa diangkat. Karena untuk diangkat sudah berlaku UU yang baru. Kalau seandainya Ghufron disediakan, ya, melanggar hukum," kata Refly.