Sejak kemarin hingga hari ini gelombang demonstrasi atau aksi unjuk rasa terjadi di beberapa kota, salah satunya di ibu kota negara, DKI Jakarta. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk ungkapan protes terhadap keputusan pemerintah dan DPR yang sudah dan ingin mengesahkan beberapa revisi Undang-Undang (RUU)
Revisi UU itu misalnya RUU KPK, RUU KUHP, RUU Lembaga Pemasyarakatan, dan sebagainya. Aksi unjuk rasa yang mayoritas diikuti oleh mahasiswa menolak pengesahan beberapa RUU yang mereka nilai tidak memihak rakyat banyak.
Karena peserta aksi cukup banyak dan mengganggu kondusivitas, terutama aksi yang digelar di lingkungan Gedung DPR, akhirnya petugas keamanan terpaksa menghalau para peserta dengan berbagai cara, antara lain misalnya menembakkan gas air mata.
Entah sampai kapan aksi dilakukan, menurut informasi, ternyata pemerintah dan DPR telah sepakat menunda pengesahan RUU sampai batas waktu yang belum ditentukan, salah satunya RUU KUHP. Hal itu ditegaskan oleh Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet). Sila baca ini.
"(Penundaan pengesahan RUU KUHP) sampai waktu yang tidak ditentukan kemudian. Bisa sekarang sebelum akhir periode atau periode yang akan datang. DPR optimis atas apa yang kita lakukan, tergantung dinamika politik ke depan. Dan presiden minta ditunda. Kita sambut dengan baik penundaan itu. Kita tanya ke pak menteri sampai kapan? Sampai batas waktu yang tidak ditentukan," ungkap Bamsoet saat jumpa pers di Gedung DPR, Selasa, 24 September 2019.
Semoga dengan penundaan RUU KUHP dan yang lainnya bisa meredam gejolak yang timbul dari aksi unjuk rasa. Namun semuanya tentu kembali kepada sejauh mana para peserta aksi memahaminya, khususnya mahasiswa.Â
Apakah para mahasiswa otomatis menghentikan aksinya atau malah tetap melanjutkan kegiatan susulan serupa. Akan tetapi, ada sesuatu hal yang menarik untuk diungkap di balik aksi unjuk rasa yang berlangsung selama dua hari terakhir.Â
Pertama, ternyata ada inisiasi penggalangan dana yang disebar di media sosial (medsos) untuk membiayai kebutuhan aksi. Kedua, ada pula pembagian panduan taktik demonstrasi ala Hong Kong.
Inisisiasi penggalangan dana di medsos dikomandoi oleh Ananda Badudu lewat kanal kitabisa.com, yang menurut kompasianer Ajinatha pada tulisannya sebuah ide brilian. Sila baca tulisan Ajinatha di sini.
Berdasarkan pantauan penulis (saya) di kanal kitabisa.com, total dana yang sudah terkumpul hingga saat ini mencapai Rp 175.696.688 dari target Rp 50 juta. Artinya dana yang masuk lebih banyak.
Baiklah, mari sepakat dengan pendapat Ajinatha bahwa penggalangan dana merupakan ide brilian, yang tujuannya demi transparansi dan untuk menghindari prasangka-prasangka buruk.
Hal yang patut diwaspadai adalah bisa saja para donatur punya juga niat buruk di baliknya. Umpamanya mereka memberi dana supaya aksi unjuk rasa tidak berhenti dalam waktu singkat karena ada dana penyokong. Tapi sudahlah, pikiran positif lebih baik dikedepankan.
Namun bagaimana dengan pembagian taktik unjuk rasa yang dibagikan dan diakui ampuh oleh Aqwam Fiazmi Hanifan di akun Twitter pribadinya? Perlu diketahui Ananda turut me-retweet postingan Aqwam. Apakah mereka berdua saling kerjasama?
Apa motif di balik pembagian taktik unjuk rasa ala Hong Kong tersebut? Apakah maksudnya agar para demonstran yang tengah beraksi di tanah air mau mencontohnya?
Postingan Aqwam dalam bentuk utasan di Twitter pribadinya cukup rinci, mulai dari cara meredam gas air mata sampai penggunaan laser yang katanya bisa merusak kamera CCTV yang terintegrasi dengan mesin pengenal wajah.
"Sebuah panduan taktik para demonstran di Hong Kong ketika berunjuk rasa. Panduan yang mungkin akan berguna saat melakukan aksi turun ke jalan. Â --Utas--," demikian postingan Aqwam di Twitter.
Sila baca postingan lengkap Aqwam di sini. Sekali lagi, panduan taktik unjuk rasa ala Hong Kong dibagikan untuk apa? Apakah suasana unjuk rasa di Indonesia mau diciptakan seperti yang terjadi di Hong Kong?
Semoga niat Aqwam tidak seburuk itu, karena bisa mengganggu stabilitas keamanan negara. Dan semoga pula seluruh anak bangsa tetap berpikir jernih ketika menanggapi sesuatu.
Sila baca juga: Mengurai Delapan Taktik Demonstran Hong Kong
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H