Hasil revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) telah disahkan oleh DPR RI dan pemerintah hari ini, Selasa, 17 September 2019.
Meskipun telah disahkan, hasil revisi tersebut belum dapat diberlakukan karena perlu dituangkan terlebih dahulu ke dalam Lembaran Negara. Presiden punya waktu maksimal 30 hari ke depan untuk menuangkannya.
Artinya kesempatan bagi pihak-pihak yang ingin mengajukan gugatan (uji formil dan materil) ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum undang-undang hasil revisi resmi berlaku.
Ada tiga poin penting sebagai imbas dari pengesahan undang-undang hasil revisi tadi, yakni terbentuknya Dewan Pengawas KPK, pemberian kewenangan SP3, dan status pegawai KPK sebagai ASN/PNS.
Terkait keberadaan dewan pengawas, anggotanya yang sejumlah lima orang akan dipilih langsung oleh presiden lewat penjaringan panitia seleksi (pansel).Â
Dewan pengawas berasal dari beragam profesi dan yang berusia minimal 55 tahun, yang dipastikan bekerja secara independen serta wajib terikat kode etik yang berlaku di KPK.
"Dewan Pengawas memang perlu karena semua lembaga dalam prinsip check and balances untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kewenangan seperti presiden. Pengangkatan (Dewan Pengawas) oleh Presiden dan dijaring oleh pansel. Saya ingin menjamin ada waktu," ucap Presiden Jokowi.
Selain membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala sekali dalam setahun kepada presiden dan DPR RI, dewan pengawas mendapat 6 tugas pokok seperti tercantum pada Pasal 37b, antara lain:
- mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK;
- memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;
- menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK;
- menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang;
- menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK; dan
- melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.
Meskipun disebut berstatus setara dengan pimpinan atau komisioner KPK, melihat keenam tugas di atas, tampaknya dewan pengawas punya kewenangan lebih tinggi.
Dapat dikatakan pimpinan dan pegawai KPK akan berada di bawah kendali "remote control" dewan pengawas. Keberadaan "remote control" itukah yang yang dinilai oleh sebagian pihak akan membatasi ruang gerak di KPK?
Belum ada bukti tentang itu, karena memang dewan pengawas belum dijaring untuk diseleksi dan dilantik. Keenam tugas mereka juga belum dijabarkan rinci untuk dioperasionalkan.
Karena diberi kewenangan luar biasa, mudah-mudahan yang dipilih jadi anggota dewan pengawas bukan orang-orang sembarangan atau bermasalah. Bahkan mereka mestinya lebih hebat dari para komisioner (pimpinan) dan karyawan KPK.
Kehebatan yang dimaksud adalah anggota dewan pengawas lebih antikorupsi, punya pengetahuan dan kapasitas mumpuni, serta bersih dari segala kepentingan apa pun, kecuali memperjuangkan misi utama yaitu mencegah dan memberantas korupsi di negeri ini.
Jika seleksi komisioner KPK saja cukup ketat, berarti pemilihan anggota dewan pengawas harus ekstra ketat. Siapa kira-kira yang pantas mengemban amanah suci itu?Â
Mari kita percayakan kepada kebijaksanaan presiden. Semoga Tuhan ikut campur tangan membantu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H