Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bolehkah Indonesia "Mengejar" Benny Wenda yang Berstatus WNA?

4 September 2019   05:26 Diperbarui: 4 September 2019   05:28 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benny Wenda | Gambar: KOMPAS.com

Beberapa hari yang lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto mengatakan bahwa tokoh separatis Papua, Benny Wenda adalah biang atau bagian dari konspirasi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Benny disebut turut menghasut dan memprovokasi negara-negara lain, seakan-akan pemerintah Indonesia tidak memberi perhatian kepada masyarakat Papua dan Papua Barat.

"Saya kira benar ya bahwa Benny Wenda memang bagian dari konspirasi untuk masalah ini," ujar Wiranto di Kantornya (2/9/2019).

Padahal, menurut Wiranto, perhatian pemerintah ke Papua dan Papua Barat selama ini cukup besar. Mulai dari penggelontoran dana otonomi khusus hingga pembangunan infrastruktur yang meliputi jalan, pasar, pelabuhan, bandara dan sebagainya.

Belum lagi kunjungan Presiden Joko Widodo yang diketahui lebih sering ke Papua dan Papua Barat dibanding wilayah-wilayah lain di Indonesia. Presiden Jokowi memang bisa tiga bulan sekali ke sana, yang salah satu tujuannya yaitu untuk meninjau progres pembangunan.

Tidak hanya Wiranto, Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko mengungkapkan hal serupa. Mantan Panglima TNI ini menyebutkan Benny adalah dalang kerusuhan yang menyebarkan konten berita bohong dan provokasi di media sosial, termasuk melalui sambungan telepon dan pesan di aplikasi WhatsApp soal Papua dan Papua Barat.

Moeldoko menjelaskan, aksi yang dilakukan Benny juga bermuatan politis karena ikut menyebarkan konten tadi kepada sejumlah petinggi negara-negara di kawasan Pasifik.

"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko di kantornya (2/9/2019).

Pernyataan Moeldoko pun diafirmasi pihak kepolisian. Namun untuk menjalankan proses hukum, polisi mengakui sulit melakukannya karena Benny berstatus sebagai warga negara asing (WNA) yang tinggal di Oxford, London, Inggris.

"BW (Benny Wenda) itu WNA. Kemudian locus (tempat kejadian perkara) dan tempus (tindak pidana)-nya berada di luar negeri. Jelas hukum Indonesia tidak akan menjangkau ke sana," kata Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, di kantornya (3/9/2019).

Satu-satunya cara agar pemerintah atau kepolisian mampu menjangkau Benny yaitu lewat jalur diplomasi (bilateral) dengan Inggris, yang mesti difasilitasi oleh pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Siapakah Benny dan bagaimana kiprahnya, sila baca selengkapnya di sini [1, 2, 3]. Yang jelas bahwa dia sudah berstatus warga negara Inggris, yang tinggal di sana sejak 2003 (16 tahun) silam. 

Meskipun pemerintah atau kepolisian agak kesulitan menangani Benny, bukan berarti berhenti mencari cara apa pun yang dapat ditempuh. Insiden pengrusakan bendera dan dugaan ujaran kebencian ras memang sengaja dimanfaatkan Benny untuk menciptakan kegaduhan.

Pemerintah dan pihak keamanan boleh saja fokus terlebih dahulu membereskan persoalan di Papua dan Papua Barat, namun langkah berikutnya adalah "mengejar" Benny lebih serius.

Lewat Kemenlu, Presiden Jokowi harus mengajukan protes keras kepada Inggris mengapa sampai membiarkan warga negaranya menciptakan kegaduhan di Indonesia.

Benny saat ini sudah bukan lagi warga negara Indonesia (WNI) walaupun dia lahir dan dibesarkan di Papua. Tidak ada alasan baginya untuk terus "mengobok-obok" bumi pertiwi.

Ketika pergi dan memutuskan menjadi warga negara Inggris, Benny otomatis sudah tidak punya hubungan lagi dengan Indonesia. Dia tidak punya hak mempersoalkan apa pun yang sedang terjadi di tanah air, yang sebenarnya belum tentu dia tahu kebenarannya seperti apa.

Sekali lagi, kali ini pemerintah Indonesia harus serius menghentikan provokasi dan propaganda yang dilakukan Benny, tidak boleh dianggap sepele. Hal itu sangat berbahaya jika dibiarkan terulang.

Pengetahuan dan penilaian Benny tentang kondisi di Papua belum tentu objektif sesuai yang terjadi di lapangan, karena dia secara fisik berada di luar negeri. Segala informasi yang dia peroleh dari rekan-rekannya di Indonesia belum tentu juga benar seluruhnya.

Maka dari itu, gerakan-gerakan Benny di dunia internasional yang mengatasnamakan Papua tidak dapat dibenarkan, kecuali dia membawa nama pribadinya sendiri atau atas nama organisasi kemanusiaan yang sah.

Tanggungjawab untuk memproses Benny secara hukum atau dalam bentuk lain adalah tugasnya pemerintah Inggris. Oleh sebab itu Indonesia harus berupaya agar hal itu dapat terlaksana.

Salam damai untuk Indonesia.

***

Referensi Tambahan: [4] [5] [6]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun