Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai lokasi pembangunan ibu kota baru negara, di mana sebagian lahannya berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian lagi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Hal itu diungkapkan Jokowi kemarin, Senin, 26 Agustus 2019 di Istana Negara, Jakarta. Beliau didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri ATR Sofyan Djalil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Kaltim Isran Noor.
"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur," ujar Jokowi.
Atas keputusan Jokowi tersebut, sebagian pihak tentu ada yang merasa gembira dan sebagian lagi kecewa. Pihak yang merasa gembira pastinya warga Kaltim karena akhirnya daerah mereka bakal berkembang, sedangkan pihak yang kecewa pasti mereka yang tinggal di Pulau Jawa utamanya DKI Jakarta karena "keistimewaan" yang selama ini dibanggakan akan 'berpindah tangan'.
Apa pun itu, tujuan pemindahan ibu kota negara sesungguhnya adalah untuk mengurangi persoalan yang membebani DKI Jakarta, serta selanjutnya pembangunan di tanah air dapat semakin merata. Kira-kira itu sementara poin positif yang bisa ditangkap.
Namun apakah 'selurus' itu niat Presiden Jokowi memilih Kaltim dan bukan di wilayah lain, misalnya yang pernah gencar dikabarkan yakni Kalimantan Tengah, tepatnya di Palangkaraya?
Adakah sesuatu yang berbeda untuk ditafsir umpamanya mungkin saja terkandung motif politik dengan desain besar sehingga Presiden Jokowi 'menolak' memenuhi harapan Bung Karno supaya Palangkaraya diteruskan untuk dikembangkan sebagai ibu kota negara?
"Rakyat Indonesia yang saya cintai, pembagian yang tadi sampaikan hampir 2,6 juta (hektar) itu agar produktif. Dan kita tidak berikan yang gede-gede. Saya tahu Pak Prabowo punya lahan yang luas di Kalimantan Timur sebesar 220.000 hektar, juga di Aceh 120.000 hektar. Bahwa pembagian seperti ini, tidak dilakukan di masa pemerintahan saya," ucap Jokowi menjawab pertanyaan Prabowo di lokasi debat, Hotel Sultan.
Singgungan Jokowi pun tidak dibantah Prabowo. Prabowo malah mengiyakan bahwa betul dirinya memiliki lahan di kedua wilayah itu.
"Kami minta izin, tadi disinggung soal tanah yang saya kuasai ratusan ribu di beberapa tempat, itu benar. Tapi adalah HGU. Adalah milik negara. Jadi setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara saya rela mengembalikan itu semua. Tapi daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola. Karena saya nasionalis," jawab Prabowo.