Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kala Rasa Kemanusiaan Kita Terhambat SOP

25 Agustus 2019   22:43 Diperbarui: 25 Agustus 2019   23:06 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Supriadi (40 tahun) menggendong jenazah keponakannya, Husen (9 tahun) | Gambar: liputan6.com

Hari ini (Minggu, 25 Agustus 2019) ramai di media sosial tentang video seseorang yang menggendong jenazah tanpa menggunakan kendaraan yang pantas. Diketahui orang tersebut bernama Supriadi (usia 40 tahun), warga Kampung Kelapa Indah, Cikokol, Kota Tangerang.

Sedangkan jenazah yang digendongnya adalah keponakannya sendiri, bernama Muhammad Husen (usia 9 tahun). Supriadi membawa jenazah Husen ke rumah duka karena tidak mendapat fasilitas berupa mobil jenazah dari Puskemas Cikokol, Tangerang.

Namun ketika Supriadi keluar puskesmas dan menaiki jembatan penyeberangan orang (JPO) sambil menggendong jenazah Husen, salah seorang warga yang melintas dan membawa mobil menawarkan tumpangan.

Berikut salah satu link videonya:


Itulah informasi sekilas terkait video viral tersebut. Di balik berita heboh itu, banyak warganet yang melontarkan kecaman terhadap pihak Puskesmas Cikokol. Mereka mengaku miris dan menilai pihak puskesmas tidak punya rasa kemanusiaan.

Dan bahkan saat mendengar beritanya, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah ikut kesal. Dia juga menyesalkan mengapa pihak puskesmas tidak membantu pemulangan jenazah walaupun terpaksa menggunakan ambulans khusus pasien sakit.

Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah di rumah duka | Gambar: poskotanews.com
Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah di rumah duka | Gambar: poskotanews.com

"Ya namanya emergency. (Alasan) nggak bisa gini pak, buat ini pak. Gila, kiamat ini dunia, buat apa itu pemerintah. Silakan mengambil tindakan yang perlu memanfaatkan peralatan, semua peralatan yang ada. Lakuin dong itu," ungkap Arief (25/8/2019).

Arief berjanji bakal mengevaluasi seluruh SOP yang berlaku di Dinas Kesehatan dan Puskesmas di wilayah Kota Tangerang. Termasuk menjatuhkan sanksi bila dianggap perlu.

"Semua saya akan evaluasi, Dinas Kesehatan dan puskesmas. Bukan catatan lagi, tapi saya sanksi semua karena kenapa sih sistem rigid (kaku) gini. Kan di lapangan nggak bisa begitu," tegas Arief.

Kita berharap, sesuai yang dijanjikan Arief, pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas Cikokol benar dievaluasi. Warga yang mengalami kesulitan dalam kondisi darurat memang perlu ditolong sesegera mungkin.

Agar lebih jelas, beginilah kronologi kejadian yang sebenarnya dialami oleh Supriadi dan almarhum Husen:

Berdasarkan penuturan Supriadi kepada wartawan Kompas, Husen meninggal dunia karena tenggelam di Kali Cisadane pada Jumat, 23 Agustus 2019 sekitar pukul 15.00 WIB.

"Saya dapat info jam 15.00 WIB. Sampai di sana korban sudah ditemukan," tutur Supriadi (25/8/2019).

Akan tetapi untuk memastikan bahwa keponakannya (Husen) betul sudah meninggal dunia, Supriadi mengantarnya ke Puskesmas Cikokol, dibantu warga sekitar menggunakan sepeda motor.

Setiba di Puskesmas Cikokol, ternyata benar, nyawa Husen sudah tidak tertolong. Dan untuk bisa mengantarkan jenazah Husen ke rumah duka, pihak Puskesmas menyarankan Supriadi mencari mobil jenazah di tempat lain, karena kendaraan yang tersedia hanya ambulans untuk orang sakit.

Pihak Puskemas memberikan beberapa nomor telepon yang bisa dihubungi. Tapi Supriadi merasa kesulitan, karena nomor yang dihubungi tidak tersambung dengan baik. Termasuk saat pihak Puskesmas melakukan hal yang sama.

Akhirnya Supriadi nekat berjalan kaki menggendong jenazah Husen sendiri, meski sempat dilarang oleh pihak Puskesmas. Alasannya waktu semakin sore sedangkan jenazah Husen harus segera dimakamkan.

"Karena makin sore ya udah saya putuskan, saya tanya saudara saya yang lagi nungguin bisa enggak bawa jenazah pakai motor, bisa kata dia. Ya udah akhirnya saya bawa," tambah Supriadi.

Melihat aksi nekat Supriadi itulah akhirnya salah seorang pengendara mobil menawarkan bantuan, mengizinkan Supriadi dan jenazah Husen menumpang di mobilnya. Jarak yang ditempuh dari Puskemas Cikokol sampai ke rumah duka sekitar 3 kilometer.

Sampai sekarang belum diketahui identitas orang yang membantu Supriadi dan Husen. Supriadi juga mengakui tidak mengenal orang itu.

Selanjutnya Supriadi dan jenazah Husen tiba di rumah duka pukul 18.00 WIB. Jenazah Husen langsung dimandikan dan dishalatkan. Pada pukul 22.0 WIB baru kemudian jenazah Husen dimakamkan oleh keluarganya.

Mengapa pihak Puskesmas kukuh tidak mengizinkan Supriadi menggunakan ambulans untuk mengantar jenazah Husen ke rumah duka?

Alasannya adalah kendaraan yang tersedia hanya ambulans khusus pasien sakit. Dan menurut standard operating procedure (SOP), ambulans tidak diperbolehkan dipakai untuk mengantarkan jenazah.

Hal itu ditegaskan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Dr. Liza saat dikonfirmasi terpisah oleh wartawan.

"Iya, ambulansnya yang Puskesmas Cikokol 119 lho, bukan ambulans biasa. Di dalamnya itu ada alat kesehatan, ventilitator, oksigen segala macam. Jadi kalau mau dipakai buat jenazah pun itu harus dikeluarin, kan enggak mungkin itu nempel," ujar Liza (25/8/2019).

Jika dilihat, apa yang dikatakan Liza tidak salah, karena memang setiap kendaraan di rumah sakit atau puskesmas fungsinya sudah dibakukan. Untuk mengantar orang sakit menggunakan ambulans, sedangkan untuk mengantar jenazah menggunakan mobil jenazah.

SOP yang berlaku di Puskesmas Cikokol kiranya sama juga dengan yang berlaku di puskesmas-puskesmas lain. Itu jelas. Namun harus dipahami, SOP tersebut mestinya berlaku di saat kondisi normal.

Pertanyaannya, mengapa Puskesmas Cikokol hanya menyediakan ambulans untuk orang sakit, sementara kemungkinan ada orang meninggal di sana pasti ada? Mengapa di sana tidak tersedia mobil jenazah?

Mengapa pihak Puskesmas Cikokol harus bersikap kaku di saat kondisi darurat? Bukankah SOP bisa saja 'dilanggar' sebentar demi rasa kemanusiaan?

Membandingkan dengan ambulans, bukankah mobil warga yang memberi tumpangan kepada Supriadi dan jenazah Husen juga bukan untuk mengantar jenazah?

Bila alasannya di ambulans terdapat peralatan medis, bagaimana pula dengan barang-barang pribadi warga yang berbaik hati itu? Mengapa warga yang tidak punya urusan dengan Supriadi dan jenazah Husen lebih peka memberikan solusi cepat?

Di sinilah mirisnya, ternyata SOP puskesmas lebih penting ditegakkan dibanding mengedepankan rasa kemanusiaan.

Semoga peristiwa yang dialami Supriadi dan jenazah Husen dapat dijadikan bahan evaluasi oleh Puskesmas Cikokol dan rumah sakit atau puskesmas-puskesmas lainnya di Indonesia.

***

Referensi: [1] [2] [3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun