Padahal Jokowi kerap menyampaikan bahwa untuk berkontribusi bagi negara tidak harus masuk ke dalam kabinet pemerintahan. Apakah Jokowi terjebak pada kata-katanya sendiri yang akhirnya ditanggapi lain dan macam-macam oleh partai-partai politik?
Lihat saja faktanya, karena berupaya merangkul partai penantang, sebagian partai pendukung Jokowi tampak 'ngambek', takut jatah kursi menteri mereka berkurang dan bahkan terancam hilang.
Mengapa Jokowi mengaku lebih berani sedangkan dia terlihat gamang jika tidak didukung oleh mayoritas partai politik? Bukankah di periode pemerintahan yang sedang berjalan (2019-2024) kondisinya baik-baik saja?
Tidakkah Jokowi berpikir bahwa beliau saat ini didukung banyak partai politik dibanding 2014 silam? Mestinya 'power' sudah cukup tanpa harus mengajak partai penantang masuk. Akibatnya juga adalah potensi kekuatan oposisi terancam lemah.
Seperti apa gambaran perjalanan pemerintahan yang akan dibentuk Jokowi ke depan? Apakah maksudnya harus se-iya dan se-kata?
Apa pun itu, biarlah Jokowi yang memikirkan dan mempertimbangkan. Beliaulah yang jadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan lima tahun mendatang. Kendali bangsa berada di tangan beliau.
Kalau memang akhirnya mayoritas partai politik mendukungnya dengan cara masuk ke dalam kabinet pemerintahan, Jokowi bisa dipastikan akan pusing mengendalikan 'navigasi'.
Ada banyak kepentingan dan 'kepala' yang harus dikendalikan dan diarahkan. Semoga saja Jokowi mampu mengatur semuanya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H