Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jika MK Putuskan Ada PSU Pilpres 2019, Mau "Nyoblos" Lagi Nggak?

23 Juni 2019   11:28 Diperbarui: 23 Juni 2019   11:58 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cuma prediksi, tidak dalam arti ingin mendahului keputusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang sengketa Pilpres 2019 sudah digelar sebanyak lima kali. 

Selama beberapa hari ke depan majelis hakim akan berjibaku menguras energi tenaga dan pikiran untuk menimbang seluruh hasil proses persidangan. Mereka akan saling beradu argumen agar kebenaran dan keadilan yang diperjuangkan para pihak bersengketa dapat ditemukan.

Kita tahu bahwa pihak bersengketa yang dimaksud adalah kubu Prabowo-Sandi (pihak pemohon), Komisi Pemilihan Umum atau KPU (pihak termohon), kubu Jokowi-Ma'ruf Amin (pihak terkait) dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. 

Masing-masing pihak punya dalil gugatan dan tuntutan. Namun perlu diketahui juga, meskipun para pihak memiliki kepentingan internal tertentu, tidak dapat dipungkiri bahwa yang terjadi di persidangan yaitu semacam kompetisi "satu lawan tiga".  

Satu pihak mengajukan dalil gugatan yang 'menyinggung' kepentingan tiga pihak. Pihak pemohon harus berhadapan dengan pihak termohon, pihak terkait dan Bawaslu.

Artinya yang berjuang mati-matian sebenarnya adalah pihak pemohon. Bagaimana supaya majelis hakim mengabulkan permohonan mereka (gugatan dan tuntutan), sedangkan tanggapan atau bantahan tiga pihak lain wajib digugurkan.

Seperti yang sudah diketahui, setidaknya ada dua permohonan utama yang diajukan oleh pihak pemohon yakni meminta majelis hakim mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin dan menetapkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandi sebagai pemenang Pilpres 2019. Atau bila dua permohonan tersebut tidak terkabul, pihak pemohon meminta diadakan pemungutan suara ulang (PSU).

Baca: Sajian Bukti dan Keterangan Saksi, Andalan Terakhir Tim Prabowo-Sandi

Menelisik proses persidangan selama ini, sepertinya dua permohonan utama pihak pemohon rasanya sulit diterima. Sekali lagi memang keputusan berada di tangan majelis hakim. Cuma sepanjang gelar perkara (paparan barang bukti dan keterangan saksi), kedua permohonan itu jauh dari harapan untuk dikabulkan.

Pihak pemohon sulit membuktikan bahwa permohonan mereka didasarkan pada dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM), serta adanya potensi penggelembungan suara oleh pihak terkait. 

Selanjutnya klaim kemenangan 52 persen pihak pemohon juga masih kabur. Dari mana dan bagaimana cara mereka memperoleh persentase sebanyak itu tidak dipaparkan jelas yang disertai fakta-fakta kuat.

Baca: Klaim Prabowo-Sandi Menang 52 Persen Masih Misteri

Oleh sebab itu, sekali lagi dan lagi, dua permohonan utama tadi sangat tidak berdasar dan kemungkinan akan ditolak majelis hakim. Akan tetapi apa mungkin majelis hakim tidak punya pertimbangan lain?

Menurut penulis, kalau pun terpaksa ada permohonan yang dikabulkan, paling hanya permintaan pemungutan suara ulang (PSU). Dan itu pun belum tentu direkomendasi untuk semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di seluruh Indonesia, melainkan untuk beberapa TPS saja. Mengapa?

Kalau di semua TPS, itu namanya penyelenggaraan Pemilu ulang. Artinya Pemilu 2019 wajib dilaksanakan kembali, di mana bukan cuma Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tetapi juga Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg). 

Harus dipahami, Pemilu 2019 terdiri dari dua paket agenda yang saling terkait. Mengulang Pemilu berarti membatalkan seluruh proses dan hasilnya.

Baca: Prabowo Tuntut Pemilu Ulang Jika Batal Jadi RI-1, Yakin?

Apakah para caleg (yang kalah dan yang menang) berkenan mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk kedua kalinya? Tentu tidak. Caleg yang kalah akan berpikir ulang, sedangkan caleg pemenang pasti 'ogah'. Intinya, jika terpaksa ada PSU hanya di sebagian TPS. 

PSU di sebagian TPS kiranya lebih gampang dan dana yang dibutuhkan juga sedikit. Konsekuensinya KPU mesti mengajukan kembali anggaran susulan kepada pemerintah. Pasti tidak sampai 25 triliun rupiah. Dan karena perintah konstitusi, maka pemerintah harus mengabulkannya.

Persoalannya adalah, apakah dengan diadakan PSU di beberapa TPS bisa mengubah perolehan suara dari pasangan capres-cawapres? Jawabannya relatif, hal itu tergantung pada jumlah DPT. Kalau jumlah DPT mencapai belasan hingga puluhan juta, pengaruhnya cukup besar. Dan kalau tidak, PSU percuma dilakukan.

Persoalan lain yaitu apakah pemegang hak pilih bersedia untuk kedua kalinya ke TPS? Lagi-lagi tergantung pada pribadi masing-masing. Ada yang mau dan ada juga yang tidak. Bahkan karena dianggap menyita waktu, euforia tinggi ke TPS sulit terulang. 

Tapi apa pun itu, biarlah majelis hakim yang memberi keputusan. Mari kita tunggu pengumuman hasil sengketa Pilpres 2019 pada 28 Juni mendatang.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun