Persoalan proyek reklamasi di Teluk Jakarta sepertinya akan memasuki babak baru dan serius. Proyek tersebut diketahui kembali dibuka oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dengan cara merestui terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di salah satu pulau buatan, yaitu Pulau D. Izin itu tertuang dalam IMB bernomor 62/C.37a/31/-1.785.51/2018, di mana terbit pada November 2018 lalu.
Sekadar informasi, sebanyak 932 bangunan yang terdiri dari perkantoran dan rumah tempat tinggal di Pulau D telah disegel oleh Pemprov DKI Jakarta. Tidak hanya itu, 13 dari 17 izin proyek reklamasi juga turut dicabut. Empat proyek lainnya dibiarkan, di mana tiga di antaranya sudah terlanjur ada bangunan, dan satunya lagi izinnya bukan dari Pemprov.
Dan ternyata selain menerbitkan IMB di Pulau D, melalui PT Jakarta Propertindo, Pemprov disebut justru mengambil alih pengelolaan tiga proyek tadi (yang ada bangunan), padahal dasar hukumnya belum jelas.Â
Pasalnya dua draf Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang awalnya akan dibahas di DPRD DKI Jakarta telah ditarik Anies dan sampai sekarang pembahasannya belum diteruskan.
Karena alasan itulah makanya beberapa anggota DPDR DKI mempersoalkan kebijakan Anies. Di samping itu Anies juga dicurigai lebih tunduk pada kepentingan pengembang dibanding menjunjung tinggi aturan.
"Penerbitan IMB ini kan keliru. Seharusnya pemerintah tidak tunduk pada pengembang," kata Manuara Siahaan, anggota Komisi Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta.Â
Akan tetapi Anies menjawab bahwa alasannya menerbitkan IMB adalah karena PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang Pulau D telah menyelesaikan kewajiban mereka kepada Pemprov DKI.Â
"Mereka dihukum, denda oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Setelah itu, mereka mengurus IMB sebagaimana pengurusan IMB kegiatan pembangunan lainnya di seluruh wilayah DKI," ujar Anies.
Di samping PT Kapuk Naga Indah sudah selesaikan kewajibannya, Anies juga menuturkan dasar penerbitan IMB merupakan bentuk kepatuhan pada Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK). Pergub tersebut adalah turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.Â
"Jadi suka atau tidak suka atas isi Pergub 206 tahun 2016, itu adalah fakta hukum yang berlaku dan mengikat," tegas Anies.Â
Namun faktanya sebagian anggota DPRD DKI Jakarta tetap tidak menerima alasan dari Anies. Mereka bersikukuh agar dua Raperda yang ditarik Anies dibahas terlebih dahulu dan disetujui bersama.