Haruskah partai oposisi utamanya Gerindra diajak bergabung ke koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin? Betulkah murni supaya sama-sama berjuang di pemerintahan, atau jangan-jangan hanya sebatas rayuan belaka?
Saya sengaja menuliskan judul artikel ini dengan penambahan kata "mau" dalam tanda kurung. Menurut saya ada dua pihak yang sama-sama berkepentingan, yaitu kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dan kubu Prabowo-Sandiaga. Artinya ada pihak yang mengajak dan ada pula pihak yang akan diajak.
Menurut hemat saya, ajakan terhadap Gerindra dan beberapa partai oposisi tidak perlu dilakukan, pun sebaliknya partai-partai tersebut sebaiknya jangan tergoda. Mereka wajib kukuh pada pendiriannya yang telah terbangun. Yang paling penting bagi mereka saat ini adalah bagaimana menjadi partai oposisi yang 'kredibel' saja.
Menjadi oposisi tidak dapat dimaknai sebagai sikap menghindari tugas dan tanggungjawab untuk membangun negara. Oposisi sama penting dan mulianya dengan posisi pemerintah. Sistem pemerintahan justru baru dapat berjalan efektif bila ada kekuatan lain sebagai penyeimbang.
Sekali lagi oposisi mutlak diperlukan ke depan. Jangan semuanya jadi "pengekor". Biarlah Jokowi-Ma'ruf Amin beserta jajaran barunya menjadi kuat karena kritikan keras dan evaluasi berfaedah.
Alasan lainnya adalah, apa iya kabinet pemerintahan yang baru terpaksa dibuat menjadi "gemuk" hanya demi memfasilitasi banyak kepentingan?
Apakah partai-partai yang saat ini sedang berada di pemerintahan ditambah partai koalisi di TKN Jokowi-Ma'ruf Amin (Pilpres 2019) rela jatah jabatan mereka diserahkan kepada partai oposisi? Bagaimana pula dengan para profesional berpotensi, apakah mereka tidak difasilitasi masuk kabinet?
Dan kalaupun masuk kabinet, apakah Gerindra akan merasa nyaman seperti partai-partai koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin? Bukankah sulit bagi mereka untuk beradaptasi?
Namun apa pun itu, presiden terpilihlah yang berhak mempertimbangkan dan memutuskannya. Semoga pertimbangannya adalah kepentingan jangka panjang, bukan sesaat.
***