"Demokrat sebaiknya keluar saja dari koalisi Adil Makmur. Jangan elitnya dan Ketum kayak serangga undur-undur ya, mau mundur dari koalisi saja pakai mencla-mencle segala. Monggo keluar aja deh, wong enggak ada pengaruhnya menghasilkan suara Prabowo-Sandiaga kok selama ini. Malah menurunkan suara," ujar Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra (10/5/2019).
Anjuran Partai Gerindra di atas diungkap karena Partai Demokrat tidak sependapat dengan klaim kemenangan Prabowo-Sandiaga yang disebut sebesar 62 persen. Partai Demokrat mengaku bahwa klaim itu sesat dan juga membantah berasal dari hasil survei internal mereka.
"Jadi itu bukan internal yang menyatakan bahwa Prabowo akan menang Pilpres 62 persen, tapi persentase kader Demokrat yang menginginkan berkoalisi dengan Prabowo. Itu bulan Agustus 2018 sebelum ada pendaftaran Pilpres," bantah Ferdinand Hutahaean, Ketua DPP Partai Demokrat (6/5/2019).
Bukan cuma kalangan Partai Gerindra yang merasa panas atas bantahan Partai Demokrat, bahkan seorang tokoh yang juga simpatisan Prabowo-Sandiaga, Kivlan Zein menyerang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan partainya.
"Saya tahu sifatnya mereka ini saling bersaing antara Prabowo dan SBY. Dia tak ingin ada jenderal lain yang jadi presiden, dia ingin dirinya sendiri dan dia orangnya licik. Sampaikan saja bahwa SBY licik. Dia junior saya, saya yang mendidik dia, saya tau dia orangnya licik, dia mendukung 01 waktu menang di tahun 2014," tutur Kivlan Zein (10/5/2019).
Mendengar serangan Kivlan Zein terhadap SBY dan Partai Demokrat, anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade justru menyampaikan pandangan berbeda. Andre membela SBY dan Partai Demokrat.
"Yang jelas kami merasakan Pak SBY dan Demokrat mendukung Pak Prabowo. Itu yang BPN rasakan. Pak Kivlan bukan anggota BPN. Pendapat saya berbeda dengan Pak Kivlan Zein. Pak SBY ingin Pak Prabowo jadi presiden dan PD solid di koalisi. Jadi saya tidak sepakat dengan Pak Kivlan Zein," kata Andre (10/5/2019).
Baiklah bahwa Kivlan Zein bukan anggota BPN, lalu bukankah beliau salah seorang pendukung Prabowo-Sandiaga? Mengapa tanggapan beliau bertolak belakang dengan BPN padahal perjuangannya sama? Apakah Kivlan Zein dapat disebut simpatisan liar yang bermanuver sendiri?
Selanjutnya bagaimana pula dengan Arief Poyuono yang jelas-jelas berada di dalam BPN, yaitu dari Partai Gerindra, bukankah anjuran beliau agar Partai Demokrat keluar koalisi malah memperparah keadaan? Bukankah sikap Arief Poyuono akhirnya sama saja dengan Kivlan Zein?