Kamis pagi (11/4/2019), sekitar pukul 09.15 WIB, setelah pulang dari pasar membeli beberapa barang kebutuhan pokok, saya pergi ke sebuah Warung Makan Padang. Saya ke sana untuk membeli sarapan karena belum sempat memasak, sedangkan perut sudah lapar. Nasi ada tapi lauk dan sayuran belum dimasak, ya soalnya baru juga dibeli dari pasar.
Lokasi warung makan tersebut tepatnya di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Ketika sampai di sana, saya memesan daging cincang dan sayur saja. Sembari menunggu antrean, perhatian saya tertuju pada sebuah pemandangan yang menurut saya unik dan menarik. Apa itu?
Dua orang pelayan warung mengenakan kaos para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 2019. Pelayan yang satu mengenakan kaos kampanye pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan pelayan lainnya mengenakan kaos kampanye pasangan Prabowo-Sandi. Dalam hati saya menilai, aksi mereka berdua termasuk berani dan langka. Mengapa?
Di saat suasana dan suhu politik yang sedang panas-panasnya, mereka berdua malah dengan santai mengenakan kostum yang belum tentu diterima dan dinilai baik oleh orang lain, khususnya para pelanggan mereka.
Kaos itu tidak dikenakan sehelai, tapi di dalamnya ada juga kemeja. Jadi kaos kampanye berada di lapisan luar. Sementara, saya hanya memandang biasa sambil menunggu giliran dilayani.
Giliran saya tiba, saya minta mereka berdua untuk membungkus pesanan saya tadi, lauk dan sayur. Namun ternyata saya makin penasaran dan ingin tahu alasan mereka mengenakan kaos kampanye yang berbeda tersebut. Saya pun mulai iseng bertanya siapa yang menyuruh, apa motivasinya, dan bagaimana perasaan mereka setelah mengenakan kaos itu.
Awalnya mereka tidak menjawab jelas, mereka cuma senyum dan tertawa. Ya mungkin mereka merasa malu karena ada banyak pelanggan lain yang sedang makan dan mendengar pertanyaan saya. Para pelanggan lain pun akhirnya ikut tertawa. Saya bersyukur ternyata reaksi yang saya terima positif. Tidak ada yang marah atau paling tidak cemberut mukanya.
Karena saya benar-benar ingin tahu, saya terus mengulang pertanyaan saya. Dan akhirnya dua pelayan tadi mengaku bahwa bos merekalah yang meminta agar kaos kampanye berbeda tadi dikenakan. Wah saya merasa seperti sedang menginterogasi.
Tapi ya tidak apa-apa, toh mereka juga bersedia memberi jawaban ikhlas. Seandainya pun tetap tidak dijawab, saya tidak akan memaksa, dan saya tentu tetap membagikan pengalaman ini kepada para pembaca.
Saya lupa menanyakan nama mereka berdua karena tergesa-gesa. Masih ada dua jawaban yang mereka utarakan, yaitu salah satu motivasi dari bos warung adalah supaya para pelanggan tidak lupa menggunakan hak pilihnya pada Pilpres mendatang yang tinggal beberapa hari lagi. Keren, bukan?
Selanjutnya, lewat kaos yang mereka kenakan, para pelanggan mau diingatkan juga bahwa ada dua pasangan capres-cawapres yang akan dipilih, di mana masing-masing punya kelemahan dan kelebihan. Makin keren lagi, bukan? Dua pelayan itu memang luar biasa.
Saya jadi membayangkan, bagaimana kalau ada orang lain yang juga menanyakan hal yang sama seperti yang saya lakukan kepada mereka. Atau bahkan pertanyaannya yang lebih rinci lagi, bisa-bisa dua pelayan itu akan kebingungan sendiri.
Lalu bagaimana perasaan mereka berdua? Mereka mengaku senang dan nyaman-nyaman saja. Betulkah? Jangan-jangan merasa terpaksa? Hanya mereka yang lebih tahu, setidaknya itulah yang keluar dari mulut mereka.
Pesanan saya selesai dibungkus, dan sebelum bergegas pulang ke rumah, saya minta kesediaan mereka untuk saya ambil gambar. Mereka berdua menyanggupinya. Saya merasa senang, pengalaman yang akhirnya saya bagikan ini ada barang buktinya juga.
Saya juga sempat memberitahu bahwa gambar yang saya dokumentasikan akan saya bagikan ke publik sebagai sarana pesan Pemilu Damai, dan mereka bersedia.
Pesan apa yang dapat kita petik dari pengalaman saya bersama mereka berdua?
Pertama, saya sudah punya pilihan, dan saya tidak merasa risih ketika ada atribut yang dikenakan oleh orang lain di hadapan saya. Bagi saya itu wajar. Setiap orang punya hak mengampanyekan jagoannya. Saya yakin kita semua pasti sepakat tentang hal ini.
Kedua, aksi yang ditampilkan oleh kedua pelayan warung makan tersebut cukup menggembirakan. Tadi sudah saya uraikan, mereka ingin menyampaikan kepada publik bahwa duduk, berdiri, atau pun beraktivitas bersama orang lain dengan label berbeda tidak boleh merusak hubungan. Pilpres akan segera usai, dan status kita sebagai saudara satu bangsa akan terus terpelihara. Inilah yang harus kita jaga.
Dan yang ketiga, ternyata ada banyak cara untuk menyuarakan pesan damai, dari hal-hal kecil dan sepele sekalipun, seperti yang dilakukan oleh dua pelayan warung makan tersebut. Tidak perlu berteriak-teriak atau pasang iklan di mana-mana agar pemilu kita kali ini berjalan damai, nyaman dan membahagiakan. Cukup dengan aksi sederhana dan kemudian mengena.
Apakah kita sudah siap menyambut pemilu dengan hati gembira? Ingat, pemilu adalah pesta bersama, bukan ajang untuk menciptakan duka.
Semoga. Amin! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H