Ibarat seorang prajurit yang tidak membawa senjata ketika berhadapan dengan musuh di medan perang, seperti itulah yang dialami Prabowo setiap kali tampil di panggung debat.
Padahal Prabowo tahu siapa yang menjadi lawan debatnya, Jokowi, capres petahana yang sudah lama malang melintang di bidang pemerintahan. Jokowi adalah lawan berat karena pernah menjadi walikota dua periode, gubernur setengah periode, dan presiden yang sebentar lagi akan genap satu periode.
Seperti tidak jera dan mengambil hikmah dari pengalamannya sebelumnya, Prabowo kelihatan terlalu percaya diri sehingga tidak mempersiapkan senjata pamungkasnya yang sebenarnya. Namun benarkah ada senjata pamungkas itu? Hanya beliau yang tahu. Seharusnya Prabowo juga mengingat kisah debat Pilpres 2014 silam.
Sebagai mantan prajurit, mestinya Prabowo sadar bahwa agar siap berperang, minimal sangkur, pistol, granat dan sebagainya perlu dibawa serta. Tetapi lagi-lagi, bekal sederhana tersebut saja tidak tersedia, yang diandalkan hanya rudal jinjing (keuangan negara bocor) dan bendera putih (mengaku punya prinsip sama dengan lawannya).
Saya tidak perlu membahas rangkaian proses dan hasil debat Pilpres lima tahun lalu, itu sudah menjadi kenangan yang akan terus membekas di hati Prabowo dan Jokowi.
Mengapa saya menyebut bahwa Prabowo selalu "dikerjain" Jokowi? Ya, setiap kali debat, status "KO" konsisten dibawa pulang oleh Prabowo. Bendera putih gemar dikibar.
Minimal ada tiga hal yang hingga debat ke-4 (30/3/2019) Prabowo dibuat "babak belur" oleh Jokowi, yakni:
Pertama, sebanyak 6 caleg Partai Gerindra yang merupakan mantan koruptor (Debat 1, 17/01/2019). Jokowi mengaku informasi tentang ini diperoleh dari data Indonesia Corruption Watch (ICW). Jokowi mempersoalkan Prabowo, karena sebagai ketua umum dinilai tidak selektif dan seolah tidak pro terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Saat menjawab, Prabowo mengatakan bahwa data ICW subjektif, kader-kader yang diusungnya sudah diseleksi dengan baik, dan jumlah uang yang dikorupsi tidak seberapa.
Kedua, Prabowo menguasai lahan setidaknya 340 ribu hektar, di antaranya 220 ribu hektar di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektar di Aceh Tengah (Debat 2, 17/2/2019). Jokowi mengungkap hal ini karena Prabowo mengatakan hampir semua lahan di Indonesia dikuasai oleh konglomerat atau pengusaha.