Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berniat Tetap Tegakkan Pancasila, Prabowo Siap Berhadapan dengan HTI?

31 Maret 2019   02:32 Diperbarui: 31 Maret 2019   02:38 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu saya seorang Nasrani. Saya lahir dari rahim seorang Nasrani," ucap Prabowo saat debat ke-4 di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat (30/3/2019). Prabowo mengatakan bahwa selama ini beliau kerap dituduh dekat dengan kelompok Islam radikal yang berkeinginan mendirikan negara khilafah. Pihak penuduh yang dimaksud Prabowo adalah orang-orang yang berada di kubu Jokowi.

Menjawab pernyataan Prabowo tersebut, Jokowi pun balik membalas bahwa tuduhan serupa turut dialamatkan kepadanya. Misalnya Jokowi dianggap komunis, antek asing dan sebagainya. Jadi impas, kan? Mereka berdua ternyata merasa jadi korban fitnah. Tapi betulkah demikian?

Menyaksikan aksi mereka balas-membalas dan saling membela diri, saya berpendapat bahwa yang ditakutkan rakyat bukanlah identifikasi terhadap personal kedua calon presiden (capres), namun persoalan kehidupan bangsa Indonesia ke depan yang mungkin saja akan berbelok arah jika tidak diantisipasi sedemikian baik.

Saya sendiri yakin kedua capres adalah orang-orang yang sangat pancasilais dan nasionalis. Mirip dengan pengakuan mereka di panggung debat. Akan tetapi apakah hantu PKI, inisiasi negara khilafah dan sejenisnya benar tidak ada?

Hingga saat ini yang namanya paham komunis itu masih dianut oleh beberapa negara, sedangkan PKI yang pernah hidup di bumi nusantara sudah dinyatakan lenyap dan terlarang. Bahkan simbol, tulisan serta atribut-atribut apa pun yang terkait dengannya, bila ditemukan pasti dimusnahkan. Label dan paham PKI telah menjadi musuh besar negara.

Persoalan apakah akhirnya pada suatu waktu hantu PKI bisa saja menjelma dan terangkat ke permukaan, hal inilah yang harus dicegah. Tapi sejauh ini belum ada potensi itu muncul.

Maka ketika dituduh PKI atau komunis, Jokowi wajar membela diri. Jokowi dan sebagian masyarakat Indonesia paham bahwa tuduhan tersebut sesungguhnya bermotif politik, bukan karena paham komunis yang ditemukan nyata. Sampai hari ini PKI jelas berstatus hantu, antara ada dan tiada. Semoga saja orang-orang yang dirumahnya terdapat palu dan arit tidak ikut dituduh sebagai PKI. Khawatir PKI, phobia palu-arit.

Dalam rangka menangkal kemunculan paham komunis, negara sudah berusaha maksimal, khususnya melalui upaya membumikan kembali Pancasila yang menjadi dasar dan pedoman hidup bangsa.

Gambar: kompas.com
Gambar: kompas.com
Mengenai paham khilafah, bukankah memang ada sekelompok orang yang terhimpun dalam sebuah organisasi massa (ormas) secara terang-terangan ingin mendirikan negara Islam? Lewat visi, misi dan aksi mereka, ideologi Pancasila diusahakan tumbang. NKRI mau diubah menjadi negara berideologi khilafah. Padahal ideologi transnasional ini ditolak banyak negara di dunia.

To the point saja, ormas tersebut bernama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), di mana beberapa waktu yang lalu status badan hukumnya dicabut oleh negara dan segala aktivitas mereka dinyatakan terlarang.

Lalu apakah dengan pencabutan status legal dan pelarangan aktivitas membuat anggota HTI berhenti bergerak?

Tidak! Mereka tetap bermanuver tersamar. Simbol-simbol yang mereka pakai selama ini juga masih ada, misalnya bendera.

Prabowo mestinya tahu bahwa ternyata salah satu elemen pendukungnya adalah anggota HTI. Bahkan di dalam tim pemenangannya ada elit ormas terlarang tersebut. Mereka masuk dalam kelompok yang menggaungkan seruan "Ganti Presiden". Entah Prabowo yang sementara memanfaatkan suara HTI untuk meningkatkan kekuatannya mengalahkan Jokowi, atau malah HTI-lah yang menunggangi Prabowo agar misi mereka terwadahi. Hanya dua pihak inilah yang paling tahu.

Gambar: kompas.com
Gambar: kompas.com
Sekali lagi HTI jelas mengaku satu misi dengan kelompok masyarakat lainnya yang berada di pihak pemenangan Prabowo. Mereka tidak ingin Jokowi kembali memerintah karena merasa dizalimi, ormasnya dibubarkan dan dinyatakan terlarang.

"#2019GantiPresiden adalah gerakan rakyat yang sudah emoh terhadap rezim zalim, bohong, dan ingkar janji," ujar Ismail Yusanto, juru bicara HTI (Tempo, Agustus 2018).

Dengan bergabungnya HTI di barisannya, layakkah Prabowo mengaku bahwa beliau tidak dekat dengan kelompok Islam radikal?

Bukankah ketika HTI dibubarkan, salah satu partai yang kencang berteriak adalah Partai Gerindra? Bukankah juga partai pimpinan Prabowo ini ikut mengajukan gugatan ke pengadilan agar pencabutan status badan hukum dan pembubaran HTI dibatalkan?

Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI) dan Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra). Gambar: redaksikota.com
Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI) dan Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra). Gambar: redaksikota.com
Oleh sebab itu, saya dan mungkin sebagian besar rakyat Indonesia merasa aneh dengan pernyataan Prabowo pada debat ke-4. Prabowo seolah-olah ingin menunjukkan kepada publik bahwa orang-orang di barisan pendukungnya bersih dari niat buruk terhadap negara ini.

Saya masih percaya Prabowo secara pribadi tidak berniat menggoyang Pancasila, tetapi tidak dengan HTI yang berada di belakangnya. Kutipan "Ibu saya seorang Nasrani. Saya lahir dari rahim seorang Nasrani" Prabowo jauh dari pertimbangan HTI untuk kemudian rela mengurungkan perjuangan misi mereka.

Prabowo harus tahu, bukan keterpilihan beliau menjadi presiden yang ditakuti rakyat, tetapi eksistensi dan misi HTI terhadap negara ini. HTI akan menjadi ancaman besar bagi keharmonisan kehidupan bangsa.

Siapkah Prabowo berhadapan dengan HTI pendukungnya? Semoga beliau tidak kewalahan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun