Litbang Kompas memang tega. Seakan belum puas menyaksikan hasil survei yang dipublikasikan oleh beberapa lembaga survei lainnya, pihak mereka ternyata tidak mau ketinggalan menambah kekeruhan suasana batin hampir semua partai politik (parpol) yang sedang berjuang keras memperebutkan "kue pemilu", dengan merilis juga hasil survei mereka ke publik. Mohon maaf, saya terpaksa mengatakan Litbang Kompas benar-benar tega. Ya, Litbang Kompas punya hak yang sama untuk melakukan itu, tidak boleh dilarang.
Sebelumnya, sebagian lembaga survei menyatakan bahwa angka elektabilitas terhadap dua pasangan capres-cawapres telah mengalami pergeseran atau dengan kata lain dilanda fluktuasi signifikan. Ada pasangan calon yang elektabilitasnya meningkat, namun ada pula yang mengalami penurunan. Kesimpulan sementara, pasangan calon terunggul adalah Jokowi-Ma'ruf.
Padahal dengan hasil survei dari beberapa lembaga tersebut saja sudah cukup mencabik-cabik harapan parpol, terutama yang tergabung dalam koalisi pemenangan pasangan capres-cawapres. Fluktuasi elektabilitas pasangan capres-cawapres sudah sangat merusak fokus sebagian besar parpol karena menghadapi dilema sulit, antara mengutamakan kepentingan internal mereka yaitu memperebutkan kursi parlemen atau kukuh memenangkan pasangan capres-cawapres.
Dilema parpol sulit untuk diatasi, apalagi diperjuangkan dua-duanya. Daya mereka tidak cukup untuk mengangkat dua kepentingan mahabesar di atas. Logikanya memang mereka harus memilih satu di antaranya, karena kalau tidak, mimpi buruk akan menjadi kenyataan. Tidak akan ada satu pun kepentingan tersangkut di tangan.
Bagaimana mungkin parpol tidak stres melihat grafik berikut?
Di antara 16 parpol peserta pemilu (tidak termasuk 4 parpol lokal), hanya 6 parpol yang diprediksi bernasib baik dan berpotensi memiliki kursi di parlemen, yaitu PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB, Partai Demokrat dan PKS. Partai yang nasibnya semakin mengenaskan adalah Partai Demokrat, di mana selang lima tahun usai berkuasa, elektabilitas terendah akan mereka rasakan di tahun ini.
Meskipun 6 parpol diramal sebagai calon penerima salah satu "kue pemilu" yakni kesuksesan melenggang ke Senayan, namun bukan tidak mungkin beberapa di antaranya akan gagal menggenggamnya erat-erat. Bisa saja direbut oleh parpol yang sementara divonis na'as. Ini bergantung pada "kepalan kuat" dan sikap ngotot yang disertai upaya.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh parpol, khususnya yang berada di zona tidak aman?
Menurut saya ada tiga upaya yang mungkin dapat ditempuh, yaitu fokus pada urusan internal, bersikukuh memenangkan pasangan capres-cawapres unggulan, atau memperjuangkan kedua-duanya.
Tentu parpol-parpol yang sudah di atas angin merasa baik-baik saja, dua kepentingan kemungkinan mampu diraih, meski mereka juga akan berambisi meningkatkan fokus pada urusan internal.
Akan tetapi bagi parpol-parpol yang sedang mengalami mimpi buruk, tiga upaya di atas pasti dilakukan seadanya, daripada tidak berbuat apa-apa. Memperjuangkan kepentingan internal dan kemenangan pasangan capres-cawapres terasa kabur dan jauh dari harapan.
Jadi menurut penilaian saya, selama beberapa minggu ke depan, hanya 6 parpol saja yang akan terus berusaha mati-matian. Sedangkan 10 parpol lainnya tinggal menunggu waktu pemilu tiba, berharap keajaiban yang tidak disangka-sangka mendekat.
Litbang Kompas benar-benar tega. Fokus parpol koalisi dan peserta pemilu teracak-acak. Semoga semua parpol tetap semangat.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H