Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kala Jokowi Dinilai Keluar dari Orisinalitasnya

7 Februari 2019   22:00 Diperbarui: 8 Februari 2019   03:58 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo saat melakukan wefie dengan para peserta perayaan Hari Sumpah Pemuda di Istana Bogor, Sabtu (28/10/2017). (KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)

Sebagian besar masyarakat Indonesia tahu siapa Jokowi. Tidak hanya populer karena menjabat sebagai presiden, tetapi beliau juga dikenal punya ciri, sikap dan kebiasaan unik. 

Mulai dari cara berpakaian, berbicara, aliran musik kegemaran, makanan favorit hingga benda-benda 'antik' yang dimilikinya. Terakhir, ketika beliau masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, terungkap bahwa presiden yang senang menggunakan produk-produk lokal ini, ternyata kemana pun pergi suka membawa minyak angin. Ya, bisa disebut 'jimat' kantongan.

Apakah semua hal di atas masih dipertahankan hingga sekarang? Bisa dipastikan, masih diteruskan. Kalau kurang yakin, luangkan kesempatan bersama beliau sekali waktu. Dan itu pun kalau beliau bersedia dan protokoler mengizinkan.

Memasuki pertarungan Pilpres 2019, keunikan Jokowi kian disorot, baik oleh kelompok pendukungnya maupun kubu pesaingnya. Jika sorotannya berasal dari para pendukung, itu hal lumrah, perlu agar citra beliau tetap terjaga. 

Akan tetapi menjadi luar biasa ketika sorotan itu berasal dari kelompok kompetitor. Mereka tidak sebatas menyorot hal-hal yang tampak secara fisik, namun lebih dari itu. Mereka bahkan mempersoalkan keasliannya dulu yang sekarang dianggap sudah berubah. Nah, hal ini wajib dijawab oleh Jokowi dan para penggemarnya.

Pertanyaannya, keaslian Jokowi yang mereka maksud itu apa?

Santun, ramah, kalem, dan tidak emosional. Itulah Jokowi di mata sebagian besar orang. Lalu apakah label khas tersebut semakin hari semakin hilang?

Tidak! Saya berani mengatakan hal ini. Tidak ada yang berubah dari Jokowi, termasuk pola hidup sederhananya. Ya, meskipun saya tidak berada dekat dengan beliau, namun setiap saat saya selalu meluangkan waktu untuk menonton, membaca dan mendengar tentang keseharian beliau. Maklum, saya penggemar berat beliau.

Bahkan kalau Jokowi pun ditanya hal serupa, beliau pasti akan menjawab hal yang sama. Tidak ada yang berubah.

Pernah suatu kali, salah seorang juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Juliantono, mengatakan begini: "Terus terang kalimat 'mau saya tabok' yang dikeluarkan Jokowi itu sangat tidak pantas. Apalagi dia presiden."

Ferry menyampaikan ini saat menanggapi reaksi Jokowi terkait hoaks PKI. Ferry menilai kata atau kalimat Jokowi berlebihan. Seharusnya Jokowi sebagai kepala negara tidak mengeluarkan kata "tabok". Jokowi diharapkan bersikap santai dan santun.

Lah masih untung Jokowi tidak menabok sungguh, kalau itu terjadi, kita tidak tahu lagi berapa banyak penilaian negatif terhadap beliau. Syukur amarah masih diluapkan lewat kata.

Sikap dan reaksi Jokowi tetap sangat wajar. Siapa yang tidak emosional dan marah besar ketika dituduh terus-menerus sebagai keturunan PKI? Padahal beliau di setiap kesempatan selalu memberi klarifikasi tentang hal itu. Tetapi faktanya, tuduhan yang sama selalu terulang, bahkan dibuat agar makin mengemuka supaya dipercayai publik.

Bayangkan saja jika tuduhan tersebut dialamatkan kepada Ferry atau Prabowo, mungkin reaksi mereka akan lebih dahsyat. Sampai "lebaran kuda" pun tidak akan selesai.

Jokowi itu bukan malaikat, beliau manusia biasa yang bisa jengkel dan marah. Harusnya Ferry tidak cuma menilai, tetapi sekaligus memberi contoh reaksi yang baik itu seperti apa.

Penilaian yang agak mirip terungkap lagi, dan kali ini tidak datang dari kubu oposisi, melainkan oleh seorang pengamat politik.

"Pak Jokowi bukan hanya ofensif, tapi emosional. Ini tidak begitu baik. Tidak begitu bagus. Mestinya Jokowi menjaga genuine-nya, originalitasnya. Kalau kita ikuti 4 tahun ini, Jokowi enggak begitu," Syamsuddin Haris, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Siapa yang tidak marah ketika niat baik dan hasil kerjanya dinegasi orang lain?

Siapa yang tidak emosional ketika pesimisme terus ditebar di negeri yang sedang membangun ini? Siapa yang tidak jengkel ketika ada kelompok tertentu yang ingin melumpuhkan bangsa ini dengan virus hoaks? Siapa yang tidak tersinggung ketika keuangan negara disebut bocor tanpa ada fakta dan data valid?

Siapa yang tidak geram ketika hutang negara disebut digunakan hanya untuk kepentingan yang tidak produktif?

Jokowi sendiri sebenarnya sudah sering menjawab: "Masa suruh halus terus, ya kadang-kadang kita kan bosan. Boleh lah keras-keras sedikit."

Intinya, Jokowi mau menyampaikan kepada kita semua bahwa marah dan sedikit emosional pada saat dan tempat yang tepat itu harus dilakukan. Asalkan tidak terlalu sering dan tanpa alasan.

Yang penting, jangan seperti "tuan" yang satu itu, nada suara tinggi dan gebrak meja selalu menjadi kebiasaannya setiap saat.

Sekali lagi, Jokowi tidak pernah berubah. Beliau tetap konsisten menjaga orisinalitasnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun