Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Toleransi dari Ali Al-Sayed dan Mina Liccione

3 Februari 2019   11:46 Diperbarui: 4 Februari 2019   18:17 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ali dan Mina, Pasangan Keluarga Beda Agama (Foto: cnnindonesia.com)

Memaksakan isterinya untuk beralih keyakinan malah akan menciptakan masalah baru dan besar, yang mungkin saja membuat keluarga Ali berantakan dan hancur. Mina adalah pribadi, meski sudah bersatu dengan Ali. Bukan benda yang bisa secepatnya diubah untuk dibentuk. Perkara nantinya Mina memutuskan beralih keyakinan dari seorang Kristiani menjadi Muslim, itu adalah hak dasar yang tidak boleh ditekan dan dipengaruhi keras. Akibatnya sangat fatal.

Lagi-lagi bukan cuma tradisi kemasyarakatan yang ditabrak oleh keluarga Ali dan Mina, melainkan sistem kepercayaan.

Mayoritas penganut agama tahu dan paham bahwa dua agama "Samawi" ini, yakni Islam dan Nasrani (Kristen Katolik dan Kristen Protestan) memiliki aturan khusus terkait pernikahan. Atau kalau ingin diperhalus lagi, bisa disebut semacam anjuran bagi para pemeluknya. Satu agama lagi yang termasuk dalam kelompok Samawi yaitu Yahudi.

Islam dan Katolik jelas mengatur masing-masing umatnya supaya tidak menikah beda agama. Beda agama berarti beda pula keyakinan. Tujuannya tentu agar keluarga yang akan dibentuk memiliki pemahaman dan kebiasaan pribadi yang sama. Karena terkadang persoalan seperti ini kebanyakan akhirnya berujung pada perceraian dan membuat harapan keluarga menjadi pupus.

Keluarga menjadi tidak harmonis dan sejalan, tidak mungkin yang satu ke masjid sedangkan yang lain ke gereja. Atau beberapa percaya kepada Nabi Muhammad, sedangkan sebagiannya mengimani Yesus Kristus. Sesuatu yang cukup sulit diterima oleh akal dan dirasa nyaman oleh nurani. Tetapi inilah fakta keluarga Ali dan Mina.

Apakah maksudnya bahwa setiap calon pasangan sebaiknya meniru persis pilihan Ali dan Mina ketika memutuskan untuk hidup berkeluarga? Seharusnya tidak, karena tidak semua orang berpikiran sama dan mampu seperti mereka. Masing-masing pribadi punya prinsip, arah dan tujuan dalam hidup.

Namun setidaknya ada satu hal yang layak diteladani dari seorang Ali dan Mina, toleransi dan keharmonisan keluarga. Cinta terhadap pasangan dan keluarga lebih tinggi nilainya dibanding persoalan status dan kepercayaan. Mencintai berarti menerima segala perbedaan. Hidup ini pada akhirnya akan sejalan dengan misi utama Sang Pencipta, memuliakan Nama-Nya, apabila semua orang menjalankan hidupnya dengan sebaik-baiknya.

Toleransi beragama bukanlah sebuah cita-cita, melainkan seni dalam menjalani hidup.

Apakah kita mampu bersikap seperti Ali dan Mina? 

Bagaimana pula sikap kita terhadap sesama lain di luar keluarga yang berbeda dengan kita?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun