Sudah hampir 20 tahun PDI-P berada di bawah nakhoda putri Sang Proklamator, Megawati Soekarnoputri. Sejak 1999, tampuk kepemimpinan tidak pernah berpindah tangan. Bukan karena PDI-P kekurangan kader potensial, akan tetapi karena sosok Megawati dinilai masih sangat mampu menjadi komando utama sekaligus sebagai pemersatu partai.Â
Penilaian ini pernah diungkap oleh Bambang Praswanto, Ketua DPD PDI-P Yogyakarta.
"Mega juga dinilai memiliki kematangan ideologi tentang konsep Trisakti Soekarno," kata Bambang Praswanto, 3 (tiga) hari setelah Megawati ditetapkan kembali menjadi Ketua Umum PDI-P periode 2015-2020 melalui acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Semarang, 20 September 2014.
Kurang lebih 2 (dua) bulan yang lalu, Megawati mengutarakan keinginannya untuk pensiun dari kursi ketua umum. Beliau ingin agar setelah masa jabatannya yang akan berakhir pada 2020 mendatang bisa diemban pihak lain.Â
Beliau mengaku bahwa dirinya sudah sangat rentan untuk bekerja. Belum lagi tugas tambahan dari negara kepadanya sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Padahal umur saya sudah 70 plus. Tapi hari ini malah ditambahi tugas ideologi Pancasila," katanya di Kantor DPP PDI-P saat menyampaikan pidato pembukaan sekolah calon anggota legislatif tingkat DPR.
Mungkinkah Jokowi?
Hendri Satrio, seorang pengamat politik dari Universitas Paramadina memprediksi bahwa jika kelak Megawati betul-betul meletakkan jabatan ketua umum, kemungkinan ada 2 (dua) kelompok yang berpotensi mengisi jabatan tersebut, antara lain trah Soekarno atau pihak luar berpotensi yang tentunya berstatus aktif sebagai kader PDI-P.
Prediksi dari trah Soekarno oleh pengamat di atas sangat berdasar. Puluhan tahun partai banteng dipimpin keturunan Sang Proklamator merupakan alasannya. Pertanyaannya, apakah betul Megawati dan keluarganya bermaksud ingin melanggengkan label trah Soekarno dengan PDI-P? Dirasa tidak.
Sebagai keluarga revolusioner dan visioner, keturunan Soekarno tidak mungkin menggembok pintu PDI-P supaya terbebas dari pengaruh dan nakhoda pihak lain. Betul bahwa partai bermassa besar tersebut didirikan oleh trah Soekarno, namun demi kebaikan, kebesaran dan kemajuan partai, pucuk pimpinan tetap terbuka bagi kader-kader potensial.
Hingga saat ini, meski beberapa anggota keluarga Megawati bergelut di dunia politik, tidak terlihat dari antara mereka berambisi besar merebut jabatan tertinggi partai "wong cilik". Bahkan di posisi strategis semisal sekretaris jenderal pun konsisten diberikan kepada kader non trah Soekarno.
Prediksi kedua menarik dan bisa saja jadi kenyataan. Penerus Megawati berasal dari luar trah Soekarno. Setiap kali didapuk sebagai ketua umum, Megawati selalu agak "keberatan" atas pilihan para kadernya. "Mengapa harus saya yang selalu dipilih?" Dan kalau saja ada pihak yang berani bertanya balik: "Lalu mengapa Anda tidak mengusung anak atau saudara ibu sendiri?".
Demi kebaikan, kebesaran dan kemajuan partai, jabatan kepemimpinan tertinggi PDI-P harus rela dipercayakan kepada kader potensial dan berpengalaman. Bukan sanjungan, kualitas para kader PDI-P, jika disandingkan dengan kader partai lain, level mereka lebih unggul.Â
Terbukti, kader daerah mereka berhasil menjadi presiden: Joko Widodo. Pertama dalam sejarah perpolitikan, kader non pengurus pusat partai dipercaya mayoritas rakyat untuk memimpin negeri. Hal ini merupakan pengakuan besar terhadap PDI-P dan patut dibanggakan.
Terkait penguasaan matang dan implementasi akan Trisakti, Joko Widodo telah membuktikan itu selama 4 (empat) tahun terakhir di masa kepemimpinannya. Melalui Program Nawacita, kedaulatan di bidang politik, kemandirian di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan sudah kian terasa di republik ini.Â
Fokus pembangunan yang diarahkannya pada 2 (dua) aspek yakni infrastruktur dan sumber daya manusia adalah paket komplit menuju Indonesia maju. Bukan hanya itu, bersama himpunan "kecebong", Joko Widodo diyakini akan mampu mengantar gerombolan "banteng" meraih impian.
Apa pun jawabannya mutlak hakmu, PDI-P. Selamat berefleksi di usia yang ke-46 ini. Teruslah berjaya!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H