Mohon tunggu...
Achmad
Achmad Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Media

Membaca konten yang berhubungan dengan media, komunikasi, pendidikan dan sosial budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsepsi Moralitas Masyarakat Modern Dalam Persepktif Kritis Adorno

18 Desember 2024   01:36 Diperbarui: 18 Desember 2024   07:50 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan Juli 2024 lalu, Firma Riset Statista mempublikasikan jumlah pengguna TikTok di Indonesia tembus 157,6 juta. Dengan angka itu, Indonesia dinobatkan sebagai negara pengguna TikTok terbesar didunia melampaui Amerika Serikat dengan jumlah sebesar 120,5 juta. Aplikasi media sosial berbasis video pendek yang dimiliki perusahaan teknologi asal China, ByteDance itu, menjadi populer tidak hanya di Indonesia, namun juga diberbagai negara di dunia.

Perkembangan teknologi TikTok secara signifikan telah mengubah interaksi media sosial. TikTok adalah media sosial yang dapat membuat video dan musik untuk mengekspresikan kemampuan. Selain itu, TikTok dapat digunakan untuk berbagi cerita, memberikan motivasi, berbagi informasi, melakukan tarian, dan unjuk bakat. Banyak tarian, musik dan lagu kemudian menjadi terkenal sesaat berkat popularitas di TikTok. Salah satu tarian yang sempat populer dan viral di jagat dunia maya adalah goyang pargoy.

Secara tidak langsung, Tiktok telah berkembang menjadi media industri dimana para pengguna Tiktok memproduksi budaya populer yang menggabungkan kreasi untuk dikonsumsi masyarakat secara luas. Tokoh kritis Mazhab Frankfurt, Theodor Adorno menyebutkan interaksi media baru, dimana produk seni dalam industri budaya yang ditawarkan ke masyarakat menjelma dalam bentuk konten media. Tanpa disadari, masyarakat terjebak sebagai objek untuk mereproduksi konten-konten digital yang memberikan keuntungan bagi kaum kapital. Dalam masyarakat modern, Adorno secara kritis mempertanyakan "apakah kehidupan yang baik merupakan kemungkinan yang nyata di masa sekarang?

Industri Budaya

Istilah industri budaya kali pertama diperkenalkan Adorno (1947) dalam bukunya "Dialectic of Enlightenment". Konsep ini mengacu pada transformasi budaya yang menjadi sebuah industri yang memproduksi produk budaya untuk dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Industri budaya, menurut Adorno merujuk pada sektor ekonomi yang terlibat dalam produksi, distribusi, dan pemasaran produk-produk budaya seperti film, musik, seni visual, dan literatur.

Menurut pandangan Adorno, industri budaya menekankan aspek komersial dan produksi dalam menciptakan produk budaya yang ditujukan untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas. Industri budaya menghasilkan produk-produk yang lebih mengutamakan keuntungan daripada nilai seni bahkan cenderung menghancurkan nilai-nilai kebudayaan yang sejati.

Industri budaya memanfaatkan teknologi modern untuk mencapai audiens yang luas dan memengaruhi preferensi konsumen. Konsentrasi ekonomi dalam industri budaya mengacu pada dominasi perusahaan-perusahaan besar yang mengendalikan produksi, distribusi, dan promosi konten budaya. Dengan konsentrasi ekonomi, perusahaan-perusahaan besar memiliki kekuatan pasar yang besar dan dapat mengontrol arah industri budaya secara keseluruhan.

Keuntungan dan Popularitas

Aplikasi Tiktok diketahui menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi penggunanya melalui monetisasi. Monetisasi adalah istilah yang digunakan pengguna TikTok untuk mendapatkan uang dari hasil postingan konten yang diproduksi di media sosial. Dengan kata lain, TikTok memberi pendapatan kepada pengguna  atas setiap iklan yang ada di postingan konten penggunanya. Kondisi ini merupakan sebuah keuntungan bagi pengguna TikTok.

Selain memperoleh keuntungan dari hasil konten yang diproduksi, para pengguna TikTok dapat mendulang popularitas. Kemampuan untuk membangun branding, adalah salah satu strategi agar para pengguna TikTok mudah dikenal. Apalagi mampu memproduksi konten yang membuat Viral. Para pengguna TikTok memiliki target pasar yang jelas. Artinya, siapa penikmat TikTok yang akan disasar dan berpotensi menyukai konten yang diproduksi.

Moralitas dan Nihilisme

Upaya meraih keuntungan dan popularitas itu, para pengguna TikTok berlomba memproduksi konten unik yang disukai masyarakat. Mengejar konten viral agar mampu menarik banyak followers, serta berusaha keras membranding diri agar dapat dikenal. Para Pengguna TikTok dituntut berpikir kreatif agar dapat memenuhi syarat memperoleh monetisasi. Fenomena ini akhirnya mendorong terciptanya masyarakat konsumen yang selalu haus akan konsumsi konten digital tanpa henti. Tak terhindari, banyak pengguna TikTok mengambil jalan pintas dengan membuat konten-konten yang menantang bahaya, tak wajar bahkan melepas prinsip moral dengan memamerkan bagian tubuh perempuan hanya untuk memperoleh keuntungan dan popularitas.

Belum hilang dari ingatan penulis, akhir bulan Mei 2022, Jagat maya digemparkan dengan ulah Rizki Aulia, seorang seleb TikTok berhijab, yang dengan sengaja merekam dan memamerkan payudarnya dihadapan publik kemudian disebarluaskan. Aksi nekat pemilik akun Tiktok @babbyca666, kemudian viral. Aksi nekat wanita berusia 22 tahun itu, termotivasi untuk menaikkan jumlah pengikut (follower) di TikToknya. Diakuinya dengan cara itu, terbilang efektif untuk menaikan follower dan mendapat pengikut lebih dari 300 ribu hanya dalam sepekan.

Dalam kehidupan masyarakat modern, kapitalisme komunikasi telah menanamkan kesadaran palsu dengan menyediakan platform komunikasi seperti aplikasi TikTok untuk memberikan kebebasan berkreasi. Selebihnya, masyarakat justru bekerja untuk menghasilkan konten untuk membuka lebar peluang keuntungan sejatinya bagi kaum kapital. Secara tidak sadar, para pengguna TikTok dan follower ikut melancarkan pengaruh kapital dengan menjadikan konten mereka sebagai konten yang mampu menarik follower lebih banyak dan memperoleh keuntungan semata meskipun dengan cara-cara yang tidak bermoral. 

Kondisi ketidaksadaran itu, terjadi pada diri pengguna aplikasi TikTok (konten kreator dan follower) yang ternyata setali tiga uang. Keduanya hanya tersadar akan kepentingan memperoleh monetisasi yang dapat menambah pundi-pundinya. Sementara, adanya praktek yang melangar moralitas, daya kritisnya para pengguna itu, seolah hilang. Menurut Adorno, masyarakat kapitalis modern pada dasarnya bersifat nihilistik, dimana peluang untuk menjalani kehidupan yang baik secara moral telah ditinggalkan.

 Kehidupan sosial dalam masyarakat modern tidak lagi koheren dalam serangkaian kebenaran moral yang dianut layaknya masyarakat sebelumnya. Masyarakat modern menurut Adorno tidak lagi memiliki dasar moral yang kuat.  Konsep tentang moralitas sebagai pengikat yang mengintegrasikan kehidupan sosial telah tergantikan secara halus oleh paparan penalaran instrumental setiap orang tentang keberadaan pasar kapitalis.

Nihilisme menjadi sebuah gagasan baru yang merupakan sebuah konsekuensi adanya dominasi, dimana masyarakat tidak lagi terpengaruh dengan visi moral yang didasarkan pada konsepsi keluhuran budi pekerti tentang kehidupan manusia. Bagi Adorno, proses tercampurnya pikiran masyarakat, yang sejatinya mampu mengindentifikasikan kehidupan yang baik karena sarana filosofis untuk melakukannya telah dirusak oleh dominasi penalaran instrumental dan kapitalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun