Mohon tunggu...
Tukhfatul Maftuchah
Tukhfatul Maftuchah Mohon Tunggu... Guru PAI

In ahsantum ahsantum li anfusikum 😊 Selagi bisa berbuat kebaikan, maka lakukan. .

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ku Temukan Cinta di Hari Raya

24 April 2023   19:25 Diperbarui: 24 April 2023   19:28 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu, acara silaturahmi keluarga besarku di mulai di sebuah desa yang asri, tempatnya tepat di bawah kaki gunung Slamet. 

Kami sekeluarga berangkat dari rumah jam 7 pagi, udara di sana sangat sejuk, padahal sudah jam 9 pagi tetapi embun tebal masih menyelimuti. 

Bagi kami yang biasa hidup di kota sangat jarang menemukan suasana seperti ini, bertemu dan berkumpul dengan keluarga besar membuat keluarga kami sangat bahagia, maklum hanya setahun sekali kami bisa mudik ke kampung halaman, itu pun jika tidak ada urusan yang mendadak. 

Semenjak pandemi, kami tidak bisa mudik ke kampung halaman, dan bahagianya kami tahun ini bisa mudik ke kampung halaman sekaligus mengobati rindu kami kepada keluarga. 

Aku anak pertama dari dua bersaudara, kedua orang tuaku bekerja di kota, dan kami hidup bersama orang tua di sana. Aku sudah bekerja di perusahaan swasta dan saat ini sedang mencari pendamping hidup. 

Usiaku kini menginjak 27tahun, insyaAllah aku sudah siap berumah tangga, ekonomi sudah mapan, kedua orang tuaku juga sudah tidak sabar ingin menimang cucu. 

Matahari perlahan muncul dari balik kabut tebal pegunungan, seorang gadis berkerudung biru muda mengalihkan pandangan ku. Pak de ku seolah tau kalau aku sedang memperhatikan gadis itu. 

Beliau berkata, "Dia Aisyah,  anak dari pak de Maksum dan bude Syarifah, apa kamu pangling Ris?"tanya pakde. Seketika pikiranku berputar mengingat kisah masa kecil dulu. 

Aisyah yang dulu sering nangis karena keusilanku dan kenakalanku. Aisyah yang dulu item, keriting, dan ompong sekarang berubah jadi gadis cantik, putih dan sopan santun. 

Aaah, dalam hatiku berkecamuk antara kenyataan dan masa lalu. Rasanya ingin sekali lagi mengenalnya dan bisa komunikasi lagi dengannya bukan untuk usil lagi  tapi untuk mengenalnya lebih jauh, sepertinya benih-benih cinta mulai tumbuh di hatiku. 

Acara silaturahmi dimulai, dan kebetulan Aisyah yang memandu acara, sepanjang acara aku hanya tersenyum dan mengingat masa kecilku yang selalu mengganggu Aisyah. 

Saat selesai acara, ibu memanggilku dan memintaku untuk bersalaman dengan pakde Maksum dan bude Syarifah, alangkah bahagianya ketika Aisyah memanggilku, "Mas Faris, masih kenal aku ngga?" 

"Siapa ya?" Mencoba menggoda Aisyah padahal sedari tadi pikiranku tertuju pada gadis cantik ini. 

"Oh sudah lupa ya mas?, aku Aisyah yang dulu sering dijailin mas Faris", melihat wajah Aisyah yang sedikit kecewa membuatku semakin bahagia, karena berarti selama ini dia masih mengingatku. 

" Aisyah, anak kecil yang cengeng itu, yang selalu mengadu sama ibumu kalau aku menjailimu? "

Seketika wajah Aisyah tersenyum dan keluarga kita pun tertawa bersama. 

Semenjak pertemuan itu, aku dan Aisyah memulai komunikasi lagi, saling memberi kabar dan bercerita tentang kesibukan kita masing-masing. Termasuk menanyakan apakah Aisyah sudah memiliki calon pendamping dan lain-lain. Betapa bahagianya saat Aisyah menjawab kalau belum punya calon pendamping di saat dia sudah siap untuk berumah tangga. 

Dua hari berlalu berasa kita sudah semakin dekat, dan aku mulai menceritakan perasaanku kepada kedua orangtuaku dan bermaksud untuk silaturahmi ke rumah Aisyah. 

Kedua orangtuaku sungguh bahagia mendengar ceritaku dan maksud hatiku. Dengan semangat mereka membeli beberapa buah tangan untuk dibawa ke rumah Aisyah. Dan tibalah kita di rumah Aisyah dan membicarakan maksud kedatanganku dan keluargaku. 

Pakde Maksum dan bude Syarifah menyambut keluargaku dengan penuh kehangatan, Aisyah yang ku tunggu akhirnya muncul dari balik pintu. Pakde dan bude menanyakan apakah Aisyah menerima lamaranku atau mungkin menolakku.

Hatiku berdebar-debar menunggu jawaban Aisyah, ibu memegang tanganku tanda menenangkanku. 

Dengan tersipu malu Aisyah mengangguk dan itu pertanda kalau dia menerima lamaranku. 

Alhamdulillah, semua keluarga tersenyum bahagia dan mengucap syukur atas pertemuan ini. Dan saat itu juga dua keluarga bersepakat mencari tanggal dan waktu yang terbaik untuk acara pernikahan kami. 

Aisyah dan Faris, teman kecil yang bertemu kembali ketika dewasa dan dipertemukan dalam ikatan cinta suci. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun