Mohon tunggu...
Metodius Manek
Metodius Manek Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seandainya Fajar Tak Kunjung Datang

3 Juni 2015   07:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:23 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seandainya fajar tak kunjung datang, apa jadinya kosmos ini? Tak ada cahaya, juga terang, apalagi silau. Hanya kegelapan yang menemani. Barangkali kita tak pernah saling mengenal. Kita hanya menduga seperti orang buta. Mungkin ini bunyi mobil, atau itu suara manusia. Kita hanya menebak. Kita tak pernah tahu pasti, apa semua itu? Yang ada hanya kebingungan. Juga keraguan membalut hidup kita. Atau barangkali hanya diselimuti teka-teki hidup tak terjawab. Akhirnya kosmos bukan lagi keharmonisan. Kosmos menjadi khaos.

Seandainya fajar tak kunjung datang, apakah kita tetap ada? Ya, kita tetap ada. Tapi kita selalu ada dalam ketidakpastian.  Hanya duga, bahkan prasangka yang menjadi dasar hidup kita. Kita lebih cenderung hidup dalam ke-aku-an. Kita berpotensi menutup diri pada penilaian dari luar. Bahkan kita meniadakan orang lain. Lalu mengklaim diri satu-satunya penguasa dan penentu keberadaan semua yang ada. Eksistensi diri menjadi pusat bagi adanya yang lain. Akhirnya yang lahir dan tersisa hanyalah pertentangan: antara ada dan tiada.

Seandainya fajar tak kunjung datang, apakah hidup ini berarti? Mungkin berarti. Tapi tak penuh. Bayangkan saja kalau mata itu jendela hati. Saat jendela itu dibuka, tak ada cahaya. Hanya gelap di luar sana. Sejernih dan seberkualitas apa pun mata itu, kalau tidak ada cahaya, mata itu tak ada faedahnya. Mata hanya bisa melihat kalau ada cahaya. Demikan pula hati. Barangkali hati itu begitu suci. Tapi karena setiap kali jendelanya dibuka tak ada cahaya yang membuat penglihatan nyata. Akhirnya, yang ditemukan hanyalah kehampaan. Arti hidup pun sirna.

Seandainya fajar tak kunjung datang, masihkah kita berharap masa depan yang cerah?

Yogyakarta, 3 Juni 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun