“KRONOLOGI MENINGGALNYA IBUNDA UTIE SURTININGSIH BINTI MBAH SOEDIROWIDJOJO”.
Pada tanggal 28 Desember 2010, tepatnya pada hari Selasa jam 10.00 wib pagi, saya (ziad) dihubungi taufiq (keponakanku) untuk datang ke rumah kakak saya (Dwi Dasawarsih), dimana ibu ku (Ny.Utie S) tinggal bersamanya. “Pi cepat kemari mbah pingsan !” begitu seru taufiq di telpon.
Taufiq biasa memanggil papi sebagaimana anak-anakku memanggil papi.Mendengar kabar tersebut saya langsung bergegas, menuju rumah kakak saya (Dwi D) yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari tempat rumah saya tinggal. Setelah sampai rumah kakak saya, saya melihat ibu tergeletak tidak sadarkan diri di ruang tamu.
Saya mencoba menyadarkan ibu saya dengan mengumandangkan “azan” di dekat telinga beliau. Alhamdulillah ibuku sadar. Saya lihat ia ingin menyampaikan sesuatu, tapi saya tidak paham karena mulutnya saat itu mendadak sudah miring kekanan dan sudah pelo. Tangan dan kakinya sudah sulit di gerakkan, kemudian saya langsung menggotongnya ke kamar ibu, agar beliau bisa istirahat di tempat tidur. Setelah sampai tempat tidur, saya mencoba melakukan terapi Ruqyah untuk menenangkan hati beliau, dengan membacakan beberapa kalam ilahi, sambil sayameminta taufiq untuk mengabarkan kepada mamanya yaitu kakak saya Dwi D, yang bekerja di kantor pusat Superindo Ancol.
Ibuku masih sempat memesan makanan ke sukaannya yaitu “Sate ayam lontong bumbu kecap” dengan bahasa isyarat lewat tulisan tangannya yang masih jelas sekali saya membacanya. Agar ibuku kelihatan lebih segar, saya meminta kepada taufiq untuk mengambilkan air hangat dan handuk dalam baskom. Setelah saya membasuh beliau dan membersihkan kotorannya di kasur, karena tubuh beliau sudah sangat lemah sekali, dan sudah sulit untuk di gerakkan, kami mencoba menggantikan pakaiannya dan sprei serta menyemprotkan pengharum ruangan agar suasana kamarnya lebih fresh jika nanti ada saudara yang menjenguk.
Tidak lama kemudian kakak saya Dwi d, sampai dirumah sambil membawa sate ayam lontong kecap pesanan ibuku. Melihat kondisi ibuku yang tidak berdaya, kakakku terasa haru sekali sambil menangis. Karena baru semalam ia bercanda dan paginya juga tidak ada apa apa. Kok sekarang begini? tanya kakakku keheranan. Kemudian Dwi D menghubungi M.Noer (kakak No.2) yang saat itu sedang tugas di luar kota, Ia hanya berpesan ; “apapun keputusan kalian berdua saya dukung saja, asal ibu di rawat dengan baik”.
Akhirnya kami sepakat untuk membawa ibu Ke RS Bhakti Asih Ciledug. Tidak lama kemudian suami Dwi D (kak Iput) datang dari kantornya, dan kamipun sama sama mengantar ibu ke rumah sakit Bhakti Asih pada pukul 15:30 sehabis sholat asyar, Setelah sampai RS Bhakti Asih Ciledug, kami langsung menuju unit gawar Darurat dan langsung di sambut dan di tangani oleh perawat Rumah Sakit.
Setelah beberapasaat, ibu saya di berikan nafas bantuan dan di suntik impus. Tidak berapa lama matanya tertidur pulas, tidak sadarkan diri lagi. Kami mencoba membangunkannya namun tetap saja ibu tidak sadar. Kami jadi heran, padahal sewaktu pergi dari rumah menuju Rumah Sakit ibu masih bisa berdialog, dan berkomunikasi, meskipun dengan bahasa isyarat.
Melihat kondisi demikian seorang dokter memberikan informasi bahwa ibu saya harus di rawat inap di ruang ICU. Dengan biaya deposit Rp 5 juta. Dan biaya kamarnya sebesar Rp 1,5 juta perhari, belum termasuk obat. Mengingat biaya yang cukup besar, kami sempat berfikir untuk dibawa pulang saja, Tapi ibu kan sedang tidak sadar, bagaimana ya ? Kami bingung dan panik untuk mengambil keputusan segera, akhirnya kami sepakat dan memutuskan untuk pindah Rumah Sakit, yaitu ke RSAL Dokter Mintoharjo Benhil Jakarta Pusat.
Alasan tersebut kami lakukan, karena ibu saya berobat jalan tetap untuk kontrol kesehatan setiap bulannya di RSAL. Kami berharap agar kiranya biaya pengobatannya di RSAL selain bisa menggunakan ASKES juga lebih murah. Setelah diskusi dengan DWI dan M.Noer Via telpon kami pun sepakat memindahkan ibu ke RSAL dengan menggunakan mobil ambulance RS Bhakti Asih, dan kamipun berangkat pada pukul 18:00 pas maghrib.
Setelah tiba di RSAL dokter Mintohardjo, seperti biasa pasien langsung di arahkan ke Unit gawat darurat, setelah melakukan registrasi dan membayar administrasi ringan ibu saya langsung di Scan. Kemudian menuju ruang ICU. Sebelumnya saya sempat mengajak ibu berdialog, yang mana saya lihat masih bisa mendengar kata kata saya meskipun matanya tertutup (waktu menunjukkan puku 20:00 wib ).
Pada pukul 22:00 wib seorang perawat menghampiri kami, dengan membawa resep dokter agar segera di tebus obatdi luar rumah sakit, karena beberapa obat yang tidak tertera dalam ASKES harus di tebus di luar Rumah Sakit. Akhirnya saya harus keliling ke beberapa apotik dan sulit sekali menemukan obat dalam resep tsb. Sementara kakak saya beberapa kali menghubungi saya, dan mengabarkan bahwa kondisi ibu sedang kritis. Saya pun baru bisa ketemu mencari obatnya setelah hampir jam 00:00 wib di apotik Titi Murni Cikini / Keramat Jak-Pus.
Keesokkan harinya pada hari Rabu tanggal : 29 Desember 2010, kakak saya di minta untuk menanda tangani formulir perjanjian dan persetujuan untuk menggunakan alat bantu pernafasan, karena menyangkut penambahan biaya, kakak saya berfikir dan menanyakan masalahnya. Setelah mendapat penjelasan dan karena alasan medis, jika tidak setuju nanti ibu anda akan terjadi gagal pernafasan begitu kira-kira penjelasan seorang perawat, maka kakak saya pun terpaksa setuju.
Kemudian kami secara rutin menebus obat di luar RSAL, karena beberapa jenis di luar Askes banyak yang tidak ada. Pada hari Kamis 30 Desember 2010, kembali seorang perawat meminta persetujuan kakak saya, untuk menanda tangani formulir penggunaan alat bantu pernafasan lewat dada. Kami sempat berdebat dengan perawat dan bertanya kepada dokter mengenai seberapa persen kemungkinan ibu kami akan pulih kembali? Mereka menjawab dengan tegas bahwa : “kemungkinan untuk sembuh total kecil sekali, hanya 40% , andaikata ada keajaiban kemungkinan besar, ibu anda akan lumpuh total seumur hidupnya”, begitu kata dokter.
kami sangat terpukul mendengar penjelasan dokter, dan kami sampaikan pula kepada pihak Rumah Sakit , tidak perlu menambahkan alat macam-macam lagi pada ibu saya,Jika memang kemungkinan sembuhnya kecil. Dan kami semua berharap akan ada keajaiban atau mujizat dari Allah SWT.
Hari pun berlalu, kemudian beberapa saudara-saudara kami , teman-teman ibu saya, dan para tetangga sudah mulai berdatangan untuk bezuk ibu. Dan kami lihat keadaan ibu, sepertinya mulai membaik. Karena kaki dan tangan ibu masih bisa bergerak gerak dan sering memberikan isyarat, jika kami ajak bicara dengan menganggukkan kepalanya.
Seorang dokter Budi yang mengontrol saat itu sempat memberikan penjelasan kepada kami bahwa Rongen ibu terdapat sumbatan di otak serta bercak bercak dan cairan pada paru-paru, maka kesimpulannya masih 50%:50%, beliau pun menjelaskan berdasarkan pengalamannya kemungkinan pulihnya kecil, kecuali ada keajaiban.
Ya sudah kami semua pasrah, sambil berusaha dan menunggu keajaiban dari Allah SWT. Kami mencoba menghibur diri dengan memberikan sugesti kepada orang orang yang menjenguk bahwa keadaan ibu Insya Allah lebih baik. Seperti biasa kami bergantian berjaga di Rumah Sakit, kecuali kakak saya Dwi, hampir setiap malam ia stand by di rumah sakit.
Pada hari Jum’at , kemudian Sabtu dan Minggu, tanpa terasa sudah 6 hari ibu saya berbaring di RSAL namun belum ada tanda-tanda keajaiban untuk kesembuhan ibu saya. Dan saat yang menggemparkan pun terjadi pada hari Senin, tanggal 3 januari 2011,tidak seperti biasa saya datang ke rumah sakit siang hari, biasanya saya berjaga pada malam hari.
Saya di minta kakak ipar saya (Tati / Istri dari M.Noer) untuk menebus obat, sekalian mengurus obat-obatan ASKES apotik RSAL lantai dasar. Dan sebelum pergi membeli obat saya sempatkan diri menengok ibu saya. Dan saya pun melihat kondisi ibu saya yang sangat mengenaskan dengan nafas tersengal-sengal dengan denyut yang sangat cepat sekali.
Saya curiga bahwa ibu saya sudah tidak ada (meninggal saat itu), karena yang saya lihat adalah gerakan mesin yang memompa ke dalam pernafasan dan bukan nafas ibu saya sendiri. Namun karena saya tidak tega melihat kondisi tersebut, saya lari terburu buru karena diminta untuk menebus obat di luar sana. Setelah sampai di sekitar jalan pramuka dimana saya membeli obat, tiba-tiba kakak iparku (Tati) menelpon saya sambil menangis, dan mengatakan bahwa ibu gawat, dan meminta saya balik ke Rumah sakit.
Setelah selesai menebus obat saya bergegas menuju Rumah sakit, sesampai halaman parkir RSAL pada pukul 17.00 wib, saya cek ada SMS masuk dari M Noer, tak lain berita duka “Ziad ibu sudah tidak ada” cepat kembali ke rumah sakit !! Lemas terasa badan saya , menuju lantai atas , akhir nya kami semua berduka dan mengurus jenazah almarhumah menuju rumah , dan kemudian almarhumah di makamkan di TPU joglo . Selamat Jalan Bundaku tercinta, Semoga Allah SWT mengampunimu, mengangkat derajatmu di yaumil akhir, serta menempatkannya dalam syurga yang terindah.
Puisi & Lagu untuk Ibunda :
“Ibuku Pahlawanku”
Oh ibuku Kaulah Pahlawanku
Kau berjuang tuk kehidupanku
Pengorbananmu begitu mulia
Kasih Sayangmu tak terhingga
Oh Ibuku, kaulah Pahlawanku
Cinta sucimu tiada tara
Sejak Kecilku slalu di manja
Tiada lelahmu oh ibuku..
Ku tlah berjanji, Oh ibuku
Menjadi anak yang berbakti
Demimu ku rela oh ibuku
Berkorban jiwa dan Ragaa..
Ibuuku kaulah Pahlawanku
Do’aku slalu untukmu
Ibuuku kaulah Pahlawanku
Do’aku slalu untukmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H